AUTISMA pertama kali dipublikasikan oleh Leo Kanner (1943) seorang
dokter kesehatan jiwa anak. Ia mengamati perilaku anak-anak yang dijadikan
objeknya, namun yang sangat menonjol adalah anak-anak ini sangat asyik
dengan dunianya sendiri. Seolah-olah mereka hidup dalam dunianya sendiri
dan menolak berinteraksi dengan orang disekitarnya. Orang Amerika menyebut
anak ini dengan sebutan anak peri (berbicara sendiri).
Autisme berasal dari bahasa Yunani Autos yang berarti aku. Atau
sikap yang sangat mengarah kepada diri sendiri. Autisme adalah suatu gangguan
atau kelainan otak yang mengakibatkan hilangnya atau berkurangnya kemampuan
seseorang untuk berkomunikasi, berhubungan dengan sesama dan memberikan
tanggapan terhadap lingkungan.Banyak literatur menyebutkan bahwa autis berhubungan dengan gangguan susunan syaraf pusat, gangguan sistem pencernaan, peradangan dinding usus, faktor genetik, keracunan logam berat, faktor psikodinamik keluarga dan faktor imunologi Autis bisa terjadi pada siapa saja tanpa melihat perbedaan status sosial ekonomi, pendidikan, golongan etnik maupun bahasa. Tingkat kejadian autis meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 1989 hanya tercatat 2 pasien autistik di Poliklinik Jiwa Anak RSCM Jakarta. Sebelas tahun berikutnya, tahun 2000 tercatat 103. Menurut perkiraan dari dr. Melly Budhiman, psikiater anak dan Ketua Yayasan Autisma Indonesia, bila 10 tahun yang lalu jumlah penyandang autisma diperkirakan satu per 5000 anak, sekarang meningkat menjadi satu per 500 anak. Untuk mengurangi gejala dari autis maka salah satunya adalah dengan diberikanya intervensi dietnya. Intervensi diet dimaksudkan untuk menghilangkan atau mengurangi gejala autisme, meningkatkan kualitas hidup, serta memberikan status nutrisi yang baik . Macam Diet Diet bebas gluten dan casein (Gluten free, casein free) Diet ini dengan cara menghindarkan semua produk yang mengandung gluten seperti biskuit, mi, roti, kue, makaroni, spageti, cake atau makanan kemasan lain dari terigu. Sedangkan casein diperoleh dari makanan atau minuman yang mengandung susu sapi, seperti keju, mozarella, butter, atau permen, mentega dan yogurt. Diet tanpa gluten dihentikan apabila pertumbuhan jamur candida di usus dalam batas normal. Pertumbuhan candida bisa dilihat dengan pemeriksaan feses. Efek diet bebas casein (susu) dilakukan dengan menjauhkan semua makanan dari susu . Bisa dicoba selama 3 minggu lalu lihat perkembangannya. Jika anak banyak konsumsi gluten, maka peptida akan masuk ke dalam jaringan tubuh dan disimpan sebagai lemak. Diet gluten diberikan sedikitnya 3 bulan, dengan melihat perkembanganya. Peptida juga dapat memberikan efek toksik pada sistem saraf sentral. Banyak kasus yang menunjukkan kemajuan. Setelah dilakukan diet bebas gluten 7-9 bln. Ada yang baru terlihat setelah 2 tahun. Susu sapi dan gandum bagi autis tertentu bersifat morfin. Karena protein susu sapi (casein) dan protein gandum (gluten) membentuk kaseomorfin dan gluteomorfin, sehingga bisa mengakibatkan terjadinya gangguan perilaku seperti hiperaktif. Hal itu terjadi karena kebocoran saluran cerna sebagai akibat tidak seimbangnya bakteri dan jamur. Ketidakseimbangan ini biasanya diakibatkan oleh pemakaian antibiotika yg berlebihan yang akan meningkatkan permeabilitas usus. Antibiotika dapat membunuh bakteri flora usus seperti laktobasilus. Sedangkan jamur terutama candida akan tumbuh berlebihan yang akan mengakibatkan selaput dinding usus terganggu. Dengan terganggunya selaput usus akan menyebabkan berbagai makromolekul protein susu sapi atau zat toksik melewati dinding saluran cerna ke darah. Akibatnya bisa terjadi gangguan susunan dan fungsi otak yang mengakibatkan gangguan tingkah laku, gangguan perkembangan dan gangguan proses belajar. Diet Bebas Jamur Diet ini bertujuan untuk mencegah timbulnya kembali infeksi jamur dalam usus. Dilakukan dengan diet rendah gula sederhana. Gula sederhana adalah makanan utama dari jamur yang ada dalam usus penderita autis. Hasil metabolit dari jamur sering timbulkan kelainan perilaku, sehingga untuk pengganti gula sederhana adalah dengan konsumsi hidrat arang kompleks. Sesuai namanya, semua jenis makanan yang diolah dengan proses fermentasi seperti kecap, tauco, keju, serta kue yang dibuat dengan menggunakan soda pengembang, vermipan, atau sejenisnya, tidak diberikan. Begitu juga makanan yang sudah lama disimpan atau buah-buahan yang dikeringkan Diet Bebas Zat Aditif Zat aditif ini termasuk pewarna, penambah rasa monosodium glutamate(MSG), pengawet, pengemulsi. Yang perlu dihindari adalah penambah rasa MSG, penambah aroma, pewarna sintetis, pemanis buatan (aspartama dan sakarin, kafein, polibate nitrat nitrit (pengawet daging). Sebagai gantinya, untuk memberi warna pada makanan, digunakan pewarna alami seperti daun pandan, daun suji, kunyit, dan bit. Kebanyakan zat aditif mengandung fenol.Untuk memecah fenol memerlukan sulfur. Sulfur merupakan indikator yang kuat pada hati dan diperlukan untuk proses detoksifikasi. Beberapa zat pewarna dapat merusak DNA yang akan menyebabkan mutasi genetic MSG juga dapat mempengaruhi organ penting, seperti saraf otak. Konsumsi Makanan Bagi penyandang autis dianjurkan untuk minum air mineral kemasan atau air yang telah melalui penyaringan, minimal delapan gelas sehari. Hindari makanan junk food, karena makanan ini selain gizinya tidak seimbang, banyak terbuat dari tepung dan sering mengandung lemak jenuh. Suplementasi Anak autism umumnya mengalami defisiensi vitamin dan mineral akibat perlakuan diet yang cukup ketat. Dengan demikian, dibutuhkan suplemen makanan seperti kalsium, magnesium, zinc, selenium, vitamin A, B6, C, E, asam lemak esensial, asam amino, kolostrum, enzim, probiotik. (Nuryanto, S.Gz-11). sumber : http://www.suaramerdeka.com |
Anak Autis Perlu Diet
Blog ini merupakan wadah untuk mendapatkan informasi tentang Anak Berkebutuhan Khusus terutama Autis. Mohon maaf atas segala kekurangannya, mudah-mudahan kehadiran BLOG ini dapat menambah pengetahuan kita tentang Autis di kalimantan
Selatan khususnya. |
MENGENALI CIRI – CIRI ANAK AUTIS ATAU DOWN SYNDROME
Anak
adalah karunia terbesar yang Allah SWT berikan. Apa yang Allah SWT
berikan memiliki rahasia dibalik semuanya, baik pelajaran hidup, rasa
syukur dan merupakan amanah yang harus dijaga. Ada anak yang Allah
berikan dalam keadaan normal ada pula anak yang terlahir “istimewa”,
salah satunya adalah anak yang menderita autisme dan atau down syndrome.
Bagi orang tua yang mendapatkan titipan yang istimewa dari Sang maha
Pencipta, janganlah pernah merasa sedih, stress dan mudah menyerah.
Kunci utama yang harus dimiliki bagi para orang tua dalam menghadapi
karunia Allah SWT adalah selalu ikhlas, yang mana nantinya buah hati
“istimewa” anda dapat tumbuh dan berkembang dengan baik dan keaadaan
mental anak kita dalam keadaan prima dan bahagia. Bagi
orang tua, untuk mengenali ciri-ciri anak yang menderita autisme dan
atau down syndrome, dapat anda kenali dengan gejala atau tanda-tanda
berikut : Anak yang menderita
autisme mempunyai kekhasan yang biasa dilihat secara fisik, selain itu
juga dapat dilihat dengan cara pemeriksaan jumlah kromosomnya. Tanda-
tanda fisik sangatlah bervariasi, mulai dari yang tampak hingga yang
sama sekali tak tampak, minimal tanda-tanda tersebut dapat kenali secara
bertahap hingga dapat terlihat dengan jelas.
1. Bentuk kepala anak, yang relative lebih kecil dari ukuran kepala anak normal, dan bagian kepala belakang yang tampak datar.
2. Ukuran hidung kecil dan datar (pesek); hal ini mengakibatkan mereka sulit bernafas.
3.Ukuran
mulut kecil, menguncup, dengan lidah yang tebal dan pangkal mulut yang
cenderung dangkal, yang mengakibatkan ledah sering menjulur keluar.
4. Bentuk mata yang miring dan tidak punya lipatan di kelopak matanya.
5. Letak
telinga lebih rendah dari posisi normal dan ukuran telianga lebih
kecil; posisi dan ukuran yang tidak normal menyebabkan rentan terserang
inferksi telinga.
6. Rambut lurus, halus, tipis dan jarang.
7. Kulit yang kering.
8.
Tangan dan jari kaki yang pendek dan ruas kedua jari kelingking miring
atau bahkan tidak ada sama sekali, sedangkan pada orang normal memiliki
3 ruas tulang.
9. Pada
telapak tangan terdapat garis melintang yang disebut Simian Crease.
Garis tersebut juga terdapat di kaki mereka, diantara telunjuk dan ibu
jari yang jaraknya cenderung lebih jauh dari pada kaki orang normal,
disebut sandal foot.
10. Otot
yang lemah (hypotomus); mengakibatkan pertumbuhan terganggu (terlambat
dan proses berguling, merangkak, berjalan berlari dan berbicara).
11. Pertumbuhan gigi geligi yang lambat dan tumbuh tak beraturan sehingga menyulitkan pertumbuhan gigi permanen.
Dengan
diketahuinya gejala fisik tersebut diharapkan kepada para orang tua,
bidan dan dokter dapat secara dini mendeteksi adanya kemungkinan autisme
dan atau down syndrome pada anak, sehingga anak tersebut bisa ditangani
lebih dini
sumber : http://theautismspeaks.blogspot.com
BAHAN MAKANAN UNTUK ANAK PENDERITA AUTISME
BAHAN MAKANAN YANG DIHINDARI :
- Susu
sapi dan bahan olahannya
- Tepung
terigu, oats (untuk yang alergi gluten)
- Tepung
maizena atau tepung lainnya sebagai pengental
- Margarine
kacang tanah, almond (beserta produk olahannya), jika alergi
- Garam
- Gula pasir
BAHAN MAKANAN PENGGANTI :
- Susu
kedelai, susu almond, susu kacang hijau
- Tepung
beras merah, tepung beras, tepung kedelai, tepung spelt, rye, guinoa
- Tepung
tapioka, tepung kentang, tepung beras
- Margarine
tak terhidrogenasi
- Pustachio,
kacang mete, walnut, pecan, hazelnut, biji wijen, biji bunga matahari,
biji labu kuning
- Gunakan
garam bagian dari jumlah yang tertera di resep
- Fruktosa
(gula buah), madu, sirup beras, molases, sirup maple, sirup konsentrat
- Buah-buahan
Makanan Kesukaan Anak Autis
Makanan Kesukaan Anak Autis
Salah satu kekhasan pada anak autistik ialah
adanya reaksi alergi pada suatu bahan, seperti gluten yang terdapat pada tepung
terigu dan kasein pada susu, selain juga gula, telur dan banyak makanan
lainnya. Parahnya lagi, sebagian besar makanan yang disajikan di restoran atau
yang dijual siap saji banyak memakai bahan yang tidak bisa dicerna oleh anak
autistik.
Ada beberapa jenis makanan yang umumnya
disukai oleh anak-anak autistik. Tetapi, karena tidak bisa membeli makanan yang
sudah jadi, mau tidak mau Anda sebagai orangtua anak autistik, harus membuatnya
sendiri di rumah. Sebenarnya tidak terlalu merepotkan, hanya saja Anda perlu
tahu memilih bahan pengganti yang tepat.
Contohnya :
- Pasta: gunakan pasta (macaroni, spaghetti,fettucini) yang bebas gluten (terbuat dari tepung beras dan tepung jagung/cornmeal ), sebisa mungkin sausnya memakai bahan segar (jangan simpan terlalu lama).
- Sosis
atau burger: Sosis atau burger siap beli umumnya memakai bahan pengawet
dan bahan adiktif lainnya. Anda bisa membuat si buah hati sosis tiruan
dari daging giling.
- Es
krim: kebanyakan memakai susu. Sebaiknya Anda membuat es krim dari bahan
buah-buah segar. Pilih buah yang masak pohon, jadi tidak perlu menambah
pemanis lagi.
- Cake:
Bisa dibuat dari tepung beras, tepung arrowroot, atau tepung beras gluten
(gluten free flour mix), sedangkan telur diakali dengan bahan pengganti
telur. Hasilnya cukup memuaskan dengan tekstur mirip cake.
- Camilan yang Renyah: ini merupakan camilan favorit anak autistik, bisa dibuat dari tepung kanji, tepung beras, tepung arrowroot, tepung ketan.
sumber : http://theautismspeaks.blogspot.com
Label:
Artikel
Ciri Fisik Anak Autis Terletak di Mata dan Bibir
AN Uyung Pramudiarja - detikHealth
Jakarta, Autisme
termasuk gangguan perilaku, sehingga agak susah dikenali secara fisik.
Namun sebuah penelitian berhasil memetakan beberapa perbedaan bentuk
wajah pada penyandang autis, terutama pada lebar bibir dan jarak antara
kedua mata.
Penelitian
yang dilakukan para ilmuwan dari University of Missouri ini
menyimpulkan, perkembangan wajah dan otak terjadi bersamaan sejak di
dalam kandungan. Keduanya juga saling mempengaruhi, namun tidak
diketahui pasti bagaimana mekanisme sebenarnya.
Dengan
memetakan perbedaan bentuk wajah pada penyandang autis, maka diharapkan
orangtua bisa mendeteksi lebih dini jika ada anak-anak yang menunjukkan
gejala autisme. Deteksi dini akan mempermudah pendampingan, sehingga
pertumbuhan mental dan kecerdasannya bisa disesuaikan.
Berikut ini beberapa perbedaan pada wajah, yang membedakan anak-anak penyandang autis seperti dikutip dari Dailymail, Jumat (21/10/2011).
1. Memiliki jarak yang lebih lebar antara kedua mata
2. Bagian tengah wajah lebih sempit, termasuk daerah pipi dan hidung
3. Memiliki bibir dan philtrum (daerah antara hidung dengan bibir) yang lebih lebar.
Ciri-ciri
ini diungkap oleh para ilmuwan setelah melakukan pengamatan terhadap 62
anak berusia 12 tahun yang didiagnosis mengidap autisme. Sebagai
pembandingnya, para ilmuwan juga mengamati 41 anak yang tidak memiliki
riwayat atau gejala klinis autisme.
Dalam
pengamatan, para ilmuwan memotret wajah para partisipan dengan kamera
khusus yang bisa menghasilkan gambar 3-dimensi. Berdasarkan
gambar-gambar tersebut, perbedaan-perbedaan ciri fisik akhirnya
ditemukan di 17 titik antara lain di ujung mata, philtrum dan bibir.
"Dari
temuan ini kita bisa kembangkan untuk mengetahui pada titik mana
gangguan autisme mulai terbentuk. Ini akan menjembatani spekulasi antara
faktor genetik dengan lingkungan," ungkap Prof Kristina Aldridge yang
memimpin penelitian itu.
Temuan
ini sekaligus menguatkan dugaan bahwa gangguan koordinasi otak pemicu
autisme sudah terjadi sejak dalam kandungan. Namun hingga kini, para
ilmuwan belum menyimpulkan apakah autisme hanya dipengaruhi faktor
genetik atau dipengaruhi juga oleh lingkungan.
(up/ir)
Label:
Artikel
Mengapa Autisme Sering Dialami Anak Laki-laki?
Kompas.com- Studi-studi
terbaru mulai menguak misteri mengapa autisme empat kali lebih sering
dialami anak laki-laki dibanding anak perempuan.
Penelitian
menunjukkan bahwa hormon testosteron dan estrogen memiliki efek bertolak
belakang pada gen yang disebut RORA. Pada sel saraf, testosteron akan
menurunkan kemampuan sel untuk berekspresi atau menghidupkan gen RORA.
Sebaliknya, estrogen akan menaikkan kemampuan sel.
"Autisme
sangat dipengaruhi oleh jenis kelamin. Dari penelitian diketahui
tingginya kadar testosteron pada janin beresiko tinggi menyebabkan anak
autisme," kata ketua peneliti Valerie Hu, pakar biokimia dan biologi
molekuler dari Universitas George Washington.
Normalnya, tugas
RORA di dalam sel adalah menghidupkan gen lain. Ketika sel memiliki
kadar testosteron yang tinggi, kadar RORA akan menurun sehingga
memengaruhi setiap gen yang seharusnya dihidupkan oleh RORA. Pengetahuan
ini didapatkan dari riset pada sel saraf yang ditumbuhkan di
laboratorium.
Penelitian memang tidak menunjukkan bahwa level
RORA yang rendah akan menyebabkan autisme selain kaitan antara kondisi
tersebut.
Beberapa penelitian telah menunjukkan defisiensi RORA
bisa menjelaskan berbagai aspek yang terlihat pada anak autisme.
Misalnya saja gen itu seharusnya melindungi sel saraf dari dampak stres
dan inflamasi. Stres dan inflamasi biasa ditemui pada otak anak yang
autisme.
Riset juga menunjukan jaringan otak anak yang autis
mengandung RORA lebih sedikit dibanding anak yang sehat. RORA juga
dipercaya membantu ritme sirkadian tubuh. Itu sebabnya anak yang autis
sering mengalami gangguan tidur.
Berbeda dengan testosteron,
estrogen akan meningkatkan kadar RORA di dalam sel. "Ini berarti janin
perempuan akan terlindung dari autisme," kata Hu.
Memang RORA bukan gen tunggal yang terlibat dalam kejadian autisme, namun menurut Hu peranan RORA sangat penting.
Sumber :
LiveScience
Label:
Artikel
Penyandang Autis Penyandang Autis Punya Kemampuan Visual Luar Biasa
Merry Wahyuningsih - detikSurabaya
London
- Orang dengan autisme ternyata mengembangkan bagian otak yang
berbeda. Penelitian terbaru menunjukkan bahwa bagian otak yang
berhubungan dengan kemampuan visual penyandang autis berkembang sangat
baik.
Hal ini dapat menjelaskan mengapa sebagian besar penyandang
autis memiliki kemampuan luar biasa untuk mengingat dan menggambarkan
benda-benda secara detail.
Hasil penelitian dari University of
Montreal menunjukkan bahwa pada orang autis, area otak yang berhubungan
dengan informasi visual yang sangat berkembang. Sedangkan area otak
lainnya kurang aktif, yaitu bagian otak yang berhubungan dengan
pengambilan keputusan dan perencanaan.
Para peneliti percaya
bahwa temuan ini bisa mengarah pada cara-cara baru untuk membantu
penyandang autis hidup dengan kondisi lebih baik.
"Misalnya, ini
mungkin menunjukkan cara untuk membantu penyandang autis untuk melek
huruf dengan cara yang jauh lebih alami daripada metode biasa," kata Dr
Laurent Mottron dari University of Montreal, seperti dilansir BBC News, Selasa (5/4/2011).
Menurut
Dr Mottron, kecenderungan orang berpikir bahwa autisme adalah suatu
bentuk dis-organisasi. "Tapi di sini, apa yang kita lihat bahwa hal itu
adalah re-organisasi dari otak," lanjut Dr Mottron.
Para ahli yang menangani autisme juga menganggap temuan penelitian ini sebagai hasil yang signifikan.
"Kajian
ini menyoroti bahwa autisme seharusnya tidak hanya dilihat sebagai
suatu kondisi dengan kesulitan perilaku, tetapi juga harus dikaitkan
dengan keahlian khusus," kata Dr Christine Ecker dari Institute of
Psychiatry di Kings College, London.
Menurutnya, program ini
menawarkan wawasan yang unik mengenai cara penyandang autisme melihat
lingkungannya dan membantu keluarga dan profesional untuk memahami
sebagian dari perilaku penyandang autisme.
"Mengetahui kekuatan
dan kesulitan dari seseorang dengan autisme dapat membantu untuk lebih
memahami kebutuhan mereka dan membantu mereka memaksimalkan potensi
mereka," Dr Ecker.
Penelitian yang telah diterbitkan dalam jurnal Human Brain Mapping ini merupakan hasil dari 15 tahun data yang mempelajari cara kerja otak autis.
Carol
Povey dari National Autistic Society mengatakan penelitian ini menarik
karena mulai menunjukkan mengapa orang dengan autisme sering
menunjukkan satu bagian yang kuat untuk fokus dan perhatian.
"Beberapa
orang dewasa dengan autisme mengembangkan cara-cara sendiri untuk
mengatasi pengalaman ini, beberapa mencari tempat tenang dan tenang,
sementara yang lainnya menemukan outlet kreatif, seperti seni, yang
dapat membantu mereka memproses kedua informasi serta memberikan orang
lain wawasan bagaimana mereka melihat dunia," jelas Povey.
Pemahaman
yang lebih untuk memahami autisme mempengaruhi cara pemrosesan
sensori. Semakin banyak orang dengan autisme, keluarga dan profesional
dapat mengembangkan strategi untuk membuat kehidupan sehari-hari
menjadi lebih mudah.
(mer/gik)
Label:
Artikel
Jika 2 dari 7 Pertanyaan Ini Dijawab Tidak = Anak Berisiko Autis
Merry Wahyuningsih - detikHealth
Jakarta,
Banyak orangtua yang tidak menyadari atau tidak mau mengakui bahwa
anaknya menyandang autis. Padahal bila autis dideteksi secara dini,
maka bisa membuat peluang anak autis untuk mandiri lebih besar.
Setidaknya ada 7 ciri utama autisme.
Diperkirakan sekitar 67
juta orang di dunia menyandang autis. Autisme diyakini sebagai gangguan
perkembangan serius yang meningkat paling pesat di dunia.
Hingga kini, tidak diketahui secara pasti penyebab penyakit
tersebut dan belum ada obat yang dapat menyembuhkannya. Namun, deteksi
dan penanganan dini akan membantu perbaikan perkembangan anak
penyandang autis.
"Dari studi lebih dari 20 tahun yang dilakukan Robins D dkk dalam 'The Modified Checklist for Autism in Toodlers, Journal of Autism and Development Disorders'
ada 7 checklist yang bisa digunakan untuk mendeteksi autis secara
dini," jelas Gayatri Pamoedji, SE, MHc, Ketua Masyarakat Peduli Autis
Indonesia (MPATI), dalam acara Media Briefing Peluncuran Komik Autisme
Pertama di Indonesia di Rumah MPATI, Jakarta, Rabu (30/3/2011).
Gayatri menyampaikan 7 ciri utama untuk mendeteksi anak autisme, yaitu:
- Apakah anak Anda memiliki rasa tertarik pada anak-anak lain?
- Apakah anak Anda pernah menggunakan telunjuk untuk menunjukkan rasa tertariknya pada sesuatu?
- Apakah anak Anda menatap mata Anda lebih dari 1 atau 2 detik?
- Apakah anak Anda meniru Anda? Misalnya, bila Anda membuat raut wajah tertentu, apakah anak Anda menirunya?
- Apakah anak Anda memberi reaksi bila namanya dipanggil?
- Bila Anda menunjuk pada sebuah mainan di sisi lain ruangan, apakah anak Anda melihat pada mainan tersebut?
- Apakah anak Anda pernah bermain 'sandiwara' misalnya berpura-pura berbicara di telepon atau berpura-pura menyuapi boneka?
Seorang anak berpeluang menyandang autis jika minimal 2 dari pertanyaaan diatas dijawab tidak.
"Tidak
semua anak yang berpeluang menyandang autis memenuhi kriteria autis. 7
ciri utama ini digunakan agar orangtua dan guru waspada untuk segera
memeriksa dan mendiagnosa anak yang berpeluang autis kepada dokter
terdekat," jelas Gayatri.
Menurutnya, Modified Checklist for Autism in Toodlers bisa digunakan untuk mendeteksi gejala autis untuk anak usia 18 bulan atau sebelum 3 tahun.
"Karena
gejala autisme biasanya tampak sebelum anak mencapai usia tiga tahun,"
lanjut Gayatri yang juga seorang ibu dari remaja penyandang autis.
Menurutnya,
bila orangtua sudah bisa mendeteksi gejala autisme secara dini maka
mereka akan memiliki peluang yang semakin besar untuk membuat anaknya
menjadi mandiri.
"Yang penting membuat anak mandiri dan jauhkan
mitos-mitos yang salah tentang autis. Punya anak autis memang berat tapi
bukan akhir dari segalanya. Setipis apapun, harapan itu pasti ada,"
tegas Gayatri.
(mer/ir)
Label:
Artikel
Pantangan Buat Anak Autis
Putro Agus Harnowo - detikHealth
Jakarta, Ahli
gizi telah mengatakan bahwa autisme diduga berhubungan dengan
lingkungan, gen dan makanan. Untuk menyediakan gizi seimbang dan nutrisi
yang baik bagi perkembangan otak, anak autis perlu banyak memakan
makanan yang mengandung omega 3 dan mineral.
Beberapa
ahli gizi menganjurkan untuk berpantang dari makanan yang mengandung
gluten dan kasein. Sebenarnya belum ada penelitian yang jelas mengenai
dampak pola makan ini terhadap gejala autis. Namun banyak orangtua yang
mengklaim pola makan ini efektif mengurangi gejala autis pada anaknya.
Seperti dilansir LiveStrong.com, Senin (2/4/2012), berikut adalah jenis makanan yang harus dipantang oleh penderita autis:
Gluten
Gluten adalah protein yang terkandung dalam gandum, barley dan tepung terigu. Kelompok advokasi autisme bernama Talk About Curing Autism (TACA) merekomendasikan orangtua dengan anak autis untuk membaca label makanan dengan hati-hati dan menghindari asupan gluten.
TACA
juga merekomendasikan untuk menghindari millet dan oat karena diolah di
dekat pengolahan gluten dan besar kemungkinannya telah terkontaminasi.
Baik barley, millet dan oat merupakan bahan yang banyak digunakan dalam
sereal.
Karena
gluten banyak mengandung vitamin dan serat, menerapkan pola makan anti
gluten akan memerlukan panduan ketat dari ahli gizi dan dokter agar anak
autis tetap mendapat nutrisi yang cukup.
Kasein
Kasein
adalah protein yang ditemukan pada banyak produk makanan. Semua produk
susu mengandung kasein termasuk keju, yoghurt, susu sapi, susu kambing,
susu domba dan bahkan ASI. Kasein sama seperti gluten, diduga
mempengaruhi proses metabolisme pada individu autis.
Menurut
TACA, mengkonsumsi makanan yang mengandung bahan ini menyebabkan gejala
sulit berkomunikasi dan sulit melakukan kontak sosial. Menghindari
asupan kasein dari makanan harus dilakukan secara hati-hati karena dapat
menyebabkan tubuh kekurangan nutrisi berharga seperti kalsium dan
vitamin C.
Kedelai
Kecap,
tempe dan minyak kedelai adalah beberapa makanan yang mengandung
kedelai. Beberapa makanan lain juga menggunakan kedelai sebagai bahan
bakunya.
TACA
merekomendasikan penyandang autis untuk menghindari produk kedelai
karena kedelai yang diproduksi di Amerika sering dimodifikasi secara
genetik sehingga bisa menyebabkan alergi makanan. Bacalah label makanan
dengan cermat dan waspada.
Meskipun
tidak ada penelitian yang dengan jelas menegaskan bahwa membatasi
asupan kedelai dapat membantu meringankan gejala autisme, TACA
menyatakan bahwa orangtua yang menerapkan pola makan ini menyaksikan
perbaikan gejala autis pada anak-anaknya.
"Hal
terpenting yang dapat dilakukan orangtua untuk anak yang mengidap autis
adalah menyediakan makanan dengan gizi yang seimbang. Jika orangtua
berfokus hanya menghindari makanan tertentu tanpa memberikan makanan
dengan gizi seimbang, akibatnya justru bisa berbahaya," kata Kathleen
McKenna, MD, direktur Psikosis dan Program Diagnostik Khusus Anak
Memorial Hospital di Chicago.
(pah/ir)
Label:
Artikel
Tingkat Keparahan Autisme Dipengaruhi Lamanya Masa Hamil
AN Uyung Pramudiarja - detikHealth
Jakarta, Karena
penyebab pastinya belum diketahui, risiko melahirkan anak autis hingga
kini masih sulit diantisipasi. Namun penelitian menunjukkan, lamanya
masa hamil sampai melahirkan berhubungan dengan tingkat keparahan
autisme pada anak.
Penelitian
yang dilakukan Tommy Movsas dari Michigan State University ini
menunjukkan bahwa bayi yang lahir prematur punya risiko untuk mengidap
autisme dengan tingkat keparahan lebih tinggi. Demikian juga jika
lahirnya lebih lama dari masa kehamilan yang normal, risikonya juga sama
tinggi.
Jika
seorang anak yang autis lahir lebih lama dari 42 pekan masa kehamilan,
maka diduga tingkat keparahannya bisa lebih tinggi karena paparan hormon
yang terlalu lama. Namun dugaan ini belum menjadi kesimpulan final
sejauh ini dan masih membutuhkan penelitian lebih lanjut.
Sementara
itu jika anak autis lahir terlalu cepat dari masa kehamilan yang
normal, maka risiko mengalami tingkat keparahan lebih tinggi diyakini
berhubungan dengan faktor genetik. Beberapa kelainan genetik yang memicu
kelahiran prematur diduga turut mempengaruhi risiko autisme.
Berbagai
kecenderungan ini terungkap ketika Movsas melakukan pengamatan terhadap
4.200 ibu yang memiliki anak autis berusia antara 4-21 tahun. Ibu-ibu
ini diwawancarai terkait lamanya waktu mengandung sebelum melahirkan
anaknya yang kemudian didiagnosis autis.
Lamanya
masa mengandung berdasarkan pengakuan para ibu tersebut kemudian
dikelompokkan menjadi 4 kategori. Kategori pertama adalah sangat
prematur (kurang dari 34 pekan), prematur (34-47 pekan), standar (37-42
pekan) dan terlambat atau post-term (di atas 42 pekan).
Hasil
analisis menunjukkan, bayi yang lahir sangat prematur, prematur maupun
malah terlambat cenderung mengidap autisme dengan tingkat keparahan
lebih tinggi dibandingkan yang lahir pada masa kehamilan yang normal.
Meski demikian, tidak disimpulkan adanya hubungan sebab akibat.
"Kelahiran
pada usia kehamilan yang normal tampaknya mengurangi tingkat keparahan
gangguan autisme, dan tipe autisme cenderung berbeda tergantung lamanya
masa mengandung," kata Movsas yang mempublikasikan penelitiannya di Journal of Autism and Development Disorders, seperti dikutip dariHealthday, Senin (9/4/2012).
(up/ir)
sumber :http://www.autis.info/index.php/artikel-makalah/artikel/350-tingkat-keparahan-autisme-dipengaruhi-lamanya-masa-hamil
Label:
Artikel
Merokok Selama Kehamilan Bikin Anak Autis
Rahma Lillahi Sativa - detikHealth
Jakarta, Wanita yang merokok selama kehamilan cenderung melahirkan bayi yang menderita salah satu jenis autisme yaitu gangguan Asperger.
"Autisme
adalah istilah umum untuk beberapa jenis gangguan yang merusak
kemampuan sosial dan komunikasi," ungkap Amy Kalkbrenner, asisten
profesor di University of Wisconsin-Milwaukee, Joseph J. Zilber School
of Public Health dan ketua tim peneliti.
"Apa
yang kami lihat adalah beberapa gangguan pada spektrum autisme bisa
jadi dipengaruhi oleh faktor seperti apakah seorang ibu merokok selama
kehamilan."
Angka
ibu yang merokok selama kehamilan masih tinggi di Amerika Serikat
meskipun banyak yang tahu bahwa hal ini dapat memberikan dampak yang
berbahaya bagi bayi. Kalkbrenner pun menemukan bahwa 13 persen ibu yang
anaknya dilibatkan dalam studi ini merokok selama kehamilan.
Dalam
studi yang dipublikasikan di jurnal Environmental Health Perspectives
ini, Kalkbrenner dan koleganya membandingkan data dari akte kelahiran
ribuan anak dari 11 negara bagian dengan database anak yang didiagnosis
menderita autisme yang dimiliki oleh CDC's Autism and Developmental Disabilities Monitoring Network (ADDMN).
Hasilnya,
dari 633.989 anak yang lahir pada tahun 1992, 1994, 1996 dan 1998,
3.315 diantaranya diidentifikasi memiliki gangguan spektrum autisme pada
usia 8 tahun.
"Studi ini tidak mengatakan secara pasti bahwa merokok merupakan faktor risiko autisme," kata Kalkbrenner seperti dilansir dari LiveScience,
Senin (30/4/2012). "Namun studi ini menyatakan adanya kaitan antara
merokok dengan tipe-tipe autisme tertentu". Kaitan itu pun membutuhkan
studi yang lebih lanjut, tambahnya.
"CDC
sendiri baru saja merilis data yang mengindikasikan bahwa 1 dari 88
anak-anak menderita gangguan spektrum autisme," katanya.
Karena
autisme melibatkan spektrum yang luas dari kondisi dan interaksi
genetika dengan lingkungan yang begitu kompleks, tidak ada studi yang
bisa menjelaskan semua penyebab autisme, tambahnya. "Namun tujuan utama
dari studi ini adalah untuk membantu menemukan salah satu jawabannya."
(ir/ir)
sumber : http://www.autis.info/index.php/artikel-makalah/artikel/358-merokok-selama-kehamilan-bikin-anak-autis
Label:
Artikel
Penanganan Masalah Belajar Anak Autisme Melalui Pendidikan Integrasi
Oleh: Agus Tri Haryanto, S.Pd.
Konsultan anak berkesulitan belajar dan Pelayanan Autisme
Yayasan Wilakertia, Bintaro
Latar Belakang
Masalah
Pada tahun 2005 terjadi peningkatan jumlah anak berkesulitan belajar,
terutama penyandang autisme. Mengingat di Negara kita belum ada upaya
yang sistimatis untuk menanggulangi kesulitan belajar anak autisme, maka
diperlukan upaya untuk meningkatkan pelayanan pendidikan secara umum.
Peningkatan pelayanan pendidikan itu diharapkan dapat menampung anak
autisme lebih banyak serta meminimalkan problem belajar terutama pada
anak-anak autisme (learning problem). Salah satu upaya meningkatkan
kualitas dan kuantitas pelayanan dan pendidikan anak autisme diperlukan
pendidikan integrasi dan implementasinya dalam bentuk group/kelas
(sekolah), individu (one on one) serta pembelajaran individual melalui
modifikasi perilaku.
Pendidikan Integratif
Konsep pendidikan integratif memiliki penafsiran yang bermacam-macam antara lain:
- Menempatkan anak autisme dengan anak normal secara penuh
- Pendidikan yang berupaya mengoptimalkan perkembangan fungsi kognitif, efektif, fisik, intuitif secara integrasi
Menurut pandangan penulis, yang di maksud dengan pendidikan integratif adalah :
- Mengintegrasikan anak autisme dengan anak normal sepenuhnya
- Mengintegrasikan pendidikan anak autisme dengan pendidikan pada umumnya
- Mengintegrasikan dan mengoptimalkan perkembangan kognisi, emosi, jasmani, intuisi, pada autisme
- Mengintegrasikan apa yang dipelajari disekolah dengan tugas masa depan
- Mengintegrasikan manusia sebagai mahluk individual sekaligus mahluk sosial
Hasil
pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa banyak anak autisme yang
belajar bersama anak normal, tetapi mereka tidak memperoleh pelayanan
pendidikan secara memadai atau mereka tidak mendapatkan sekolah dengan
alasan yang tidak jelas. Penyebabnya adalah kurangnya sumber daya
manusia dan banyak tenaga ahli yang belum memiliki pengetahuan yang
cukup tentang anak autisme atau rasio penyelenggaraan yang sangat mahal,
sehingga masih sedikit sekolah yang mau menerima anak autisme karena
berbagai alasan diatas. Menyelenggarakan pendidikan integrasi disekolah
merupakan kemajuan yang baik, tetapi tidak semudah membalikkan tangan.
Namun kita harus berani memulai supaya anak autisme mendapat tempat dan
penanganan yang terbaik.
Dimanakah Anak Autisme Harus Sekolah
Komunitas
autisme di Jakarta sudah mencapai populasi yang besar dan belum ada
sisitem pendidikan yang sistematis. Kalaupun ada biayanya mahal atau
belum ada sekolah yang benar-benar sesuai. Tidak ada yang salah dalam
situasi ini, baik lembaga, orang tua atau para ahli, mengingat masalah
autisme ini masih tergolong baru. Penulis hendak menekankan dengan
pemikiran yang sederhana tentang penanganan pendidikan autisme secara
benar, dapat digunakan oleh semua kalangan, serta dapat membantu
memberikan gambaran anak ini akan dibawa kemana. Kondisi yang harus kita
terima sangat berat pada saat anak kita divonis autisme seakan semua
pintu telah tertutup, semua jalan jadi buntu, semua kesempatan sudah
terlambat. Hanya mukjizat yang akan datang dari Allah. Keadaan yang
berat timbul pada saat mengetahui anak kita mengalami hambatan dalam
perkembangan dan pertumbuhan dan saat anak memiliki cukup umur harus
masuk sekolah.
Beberapa lembaga pendidikan (sekolah) yang selama ini menerima anak autis adalah sebagai berikut;
- Anak Autis di sekolah Normal dengan Integrasi penuh
- Anak Autis di sekolah Khusus
- Anak Autis di SLB
- Anak Autis hanya menjalani terapi.
Biasanya
sebelum sekolah anak-anak ini sudah mendapatkan penanganan dari
berbagai ahli seperti : dokter syaraf, dokter specialis anak (Pediatri),
Psikologi, Terapi wicara, OT, Fisioterapi,Orthopedagog (Guru khusus).
dengan perkembangan dan perubahan sendirisendiri, ada yang maju pesat
tapi ada yang sebaliknya. Menurut saya, kebanyakan orang tua penyandang
autisme menginginkan sekolah sebagai status anak, tetapi jangan bersikap
tidak realistis dengan tidak berbuat apa-apa karena mengintegrasikan
anak autisme dengan anak normal secara penuh harus dengan suatu konsep,
perhitungan yang matang dan kerja keras.
Kebanyakan
sekolah juga belum memiliki jawaban yang baik untuk saat ini. Yang ada
orang tua dan guru-guru sekolah harus bekerja sama, bersikap terbuka,
selalu komunikasi untuk membuat perencanaan penanganan dengan tehnik
terbaik. Langkah-langkah penerimaan oleh sekolah:
- Tentukan jumlah anak autisme yang akan diterima misal, dua anak dalam satu kelas dan lain-lain.
- Lakukan tes untuk melihat kemampuan serta menyaring anak
- Setelah tes, wawancara orang tua untuk melihat pola pikirnya, apa tujuan memasukkan anak ke sekolah.
- Buatlah kerangka kerja dan hasil observasi awal.
- Susun bagaimana mengatur evaluasi anak dalam hal: siapa yangbertanggung jawab mengawasi, menerima complain, periode laporan perkembangan dan lain-lain.
- Buatlah kesepakatan antara orang tua dan sekolah bahwa hasil yang dicapai adalah paling optimal.
Parameter Apakah Yang Dapat Membantu
NO | EVALUASI | A | B | C |
Akademis | ||||
1 | Berhitung 1-10, 1-20 baik dengan atau tanpa papan, irama dan dan ketukan wajar, maju dan mundur | |||
2 | Mampu mengidentifikasi dan menulis angka | |||
3 | Mengenal semua bentuk dengan cepat | |||
4 | Mengenal warna dengan cepat | |||
5 | Mampu mengenal semua bentuk huruf dengan cepat | |||
6 | Mampu mendeskripsikan suatu topik tunggal / sederhana | |||
7 | Mampu menggambarkan sederhana | |||
8 | Mampu mengingat 2-3 digit, membedakan benda yang sejenis | |||
9 | Mampu memilih obyek dan gambar yang hampir sama | |||
10 | Mampu mengenal simbol-simbol sederhana | |||
11 | Bahasa yang dia pakai dapat kita mengerti atau sebaliknya | |||
12 | Mampu membedakan arak kiri, kanan, atas, dan bawah | |||
13 | Memberikan jumlah yang kita minta antara 1-9 | |||
Ketrampilan sosial dan tingkah laku | ||||
1 | Prilaku kontrol diri dalam lingkungan | |||
2 | Kontak mata | |||
3 | Perhatian dan Konsentrasi | |||
4 | Kemampuan Mendengarkan | |||
5 | Diam dan Menunggu | |||
6 | Berbagi giliran dengan teman | |||
7 | Berkunjung ( Visiting) | |||
8 | Mengirim Pesan sederhana | |||
9 | Menjawab Pertanyaan sederhana yang berhubungan dengan identitas dirinya | |||
10 | Merespon perintah sederhana yang familiar dan sering digunakan dalam aktivitas sehari- hari | |||
11 | Mengenal orang dan tempat yang familiar | |||
Keterampilan Berkomunikasi | ||||
1 | Kemampuan dasar berinisiatif | |||
2 | Mampu mengekspresikan kebutuhan-kebutuhan dasar anak | |||
3 | Menyatakan ya atau tidak yang berhubungan dengan pribadi anak | |||
4 | Kemampuan memilih | |||
Pelaksanaan Aktivitas sehari-hari | ||||
1 | Toilet raining | |||
2 | Makan dengan sendok dan garpu | |||
3 | Mampu memakai celana, jaket, baju, sepatu tanpa bantuan | |||
4 | Mengancingkan baju | |||
5 | Merawat dan memperhatikan barang sendiri | |||
6 | Mandi dan menggosok gigi |
Keterangan:
A: Mampu / Mandiri/ excellent
B: di arahkan/ dibantu minimal
C: di bantu penuh
Jika anak kita (Autis) menguasai ketrampilan antara
- A = 25 < 34 Termasuk anak yang ringan (mild)/High Function
- A = 15 < 24 Termasuk anak yang sedang/sedang (Severed)
- A Kurang dari 15 Termasuk anak yang berat (Low Function)
Dengan
parameter diatas kita akan mampu mengidentifikasi anak-anak dengan
lebih akurat, bukan menitik beratkan pada berat dan ringan kondisi anak,
akan tetapi untuk memudahkan pihak-pihak yang bersangkutan dan orang
tua agar mengerti apa yang harus dilakukan, guru mampu membuat program
dengan akurat untuk anak, lembaga dapat menyeleksi anak sesuai kapasitas
dan kebutuhan. Anak-anak autis ringan seperti: asperger, ADHD, ADD,
memungkinkan untuk di intergrasikan penuh dengan anak normal karena
biasanya anak- anak ini memiliki kecerdasan dan kemampuan yang cukup.
Untuk mengintegrasikan anak ini ada hal-hal lain yang dapat dijadikan pertimbangan:
- Seberapa besar gangguan/kekacauan yang dapat timbul karena anak autis ini.
- Berapa persentase dari kurikulum yang dapat digunakan dan dijangkau oleh anak autis.
- Seberapa siap tenaga ahli/guru menangani dan mengelola kelas yang di dalamnya terdapat anak autis
Label:
Artikel