Recent Post

Magang di Malang - Jawa Timur

Magang di PLA Malang Tanggal 21 - 27 Juli 2013
























Workshop Pendidikan Karakter PK-LK

Workshop di Pusat Layanan Autis Kalimantan Selatan tanggal 1 - 3 Juli 2013









Workshop "Penanganan Komprehensif ABK"

Workshop Bimbingan Teknis Tenaga Pendidikan Terapi
di Pusat Layanan Autis Kalimantan Selatan




Sensory Integrasi

Integrasi sensoris berarti kemampuan untuk mengolah dan mengartikan seluruh rangsang sensoris yang diterima dari tubuh maupun lingkungan, dan kemudian menghasilkan respons yang terarah.
Disfungsi dari integrasi sensoris atau disebut juga disintegrasi sensoris berarti ketidak mampuan untuk mengolah rangsang sensoris yang diterima.
Gejala adanya disintegrasi sensoris bisa tampak dari : pengendalian sikap tubuh, motorik halus, dan motorik kasar. Adanya gangguan dalam ketrampilan persepsi , kognitif, psikososial, dan mengolah rangsang.
Namun semua gejala ini ada juga pada anak dengan diagnosa yang berbeda, misalnya anak dengan ASD. Diagnosa disintegrasi sensoris tidak boleh ditegakkan kalau ada tanda-tanda gangguan pada Susunan Saraf pusat.
 
Terapi integrasi sensoris :
Aktivitas fisik yang terarah, bisa menimbulkan respons yang adaptif yang makin kompleks. Dengan demikian efisiensi otak makin meningkat.
Terapi integrasi sensoris meningkatkan kematangan susunan saraf pusat, sehingga ia lebih mampu untuk memperbaiki struktur dan fungsinya.
Aktivitas integrasi sensoris merangsang koneksi sinaptik yang lebih kompleks , dengan demikian bisa meningkatkan kapasitas untuk belajar.


sumber : http://www.autis.info/index.php/terapi-autisme/integrasi-sensori

Terapi Wicara


Terapis Wicara adalah profesi yang bekerja pada prinsip-prinsip dimana timbul kesulitan berkomunikasi atau ganguan pada berbahasa dan berbicara  bagi orang dewasa maupun anak.  Terapis Wicara dapat diminta untuk berkonsultasi dan konseling; mengevaluasi; memberikan perencanaan maupun penanganan untuk terapi; dan merujuk sebagai bagian dari tim penanganan kasus.



Ganguan Komunikasi pada Autistic Spectrum Disorders (ASD):
Bersifat: (1) Verbal; (2) Non-Verbal; (3) Kombinasi.


Area bantuan dan Terapi yang dapat diberikan oleh Terapis Wicara:
  1. Untuk Organ Bicara dan sekitarnya (Oral Peripheral Mechanism), yang sifatnya fungsional, maka
    Terapis Wicara akan mengikut sertakan latihan-latihan Oral Peripheral Mechanism Exercises; maupun Oral-Motor activities sesuai dengan organ bicara yang mengalami kesulitan.
  2. Untuk Artikulasi atau Pengucapan:
    Artikulasi/ pengucapan menjadi kurang sempurna karena karena adanya gangguan, Latihan untuk pengucapan diikutsertakan Cara dan Tempat Pengucapan (Place and manners of Articulation). Kesulitan pada Artikulasi atau pengucapan, biasanya dapat dibagi menjadi: substitution (penggantian), misalnya: rumah menjadi lumah, l/r; omission (penghilangan), misalnya: sapu menjadi apu; distortion (pengucapan untuk konsonan terdistorsi); indistinct (tidak jelas); dan addition (penambahan). Untuk Articulatory Apraxia, latihan yang dapat diberikan antara lain: Proprioceptive Neuromuscular.
  3. Untuk Bahasa: Aktifitas-aktifitas yang menyangkut tahapan bahasa dibawah:
    1. Phonology (bahasa bunyi);
    2. Semantics (kata), termasuk pengembangan kosa kata; 
    3. Morphology (perubahan pada kata), 
    4. Syntax (kalimat), termasuk tata bahasa;
    5. Discourse (Pemakaian Bahasa dalam konteks yang lebih luas), 
    6. Metalinguistics (Bagaimana cara bekerja nya suatu Bahasa) dan;
    7.  Pragmatics (Bahasa dalam konteks sosial).
  4. Suara: Gangguan pada suara adalah Penyimpangandari nada, intensitas, kualitas, atau penyimpangan-penyimpangan lainnya dari atribut-atribut dasar pada suara, yang mengganggu komunikasi, membawa perhatian negatif pada si pembicara, mempengaruhi si pembicara atau pun si pendengar, dan tidak pantas (inappropriate) untuk umur, jenis kelamin, atau mungkin budaya dari individu itu sendiri.
  5. Pendengaran:  Bila keadaan diikut sertakan dengan gangguan pada pendengaran maka bantuan dan Terapi yang dapat diberikan: (1) Alat bantu ataupun lainnya yang bersifat medis akan di rujuk pada dokter yang terkait; (2) Terapi; Penggunaan sensori lainnya untuk membantu komunikasi;
PERAN  KHUSUS  dari Terapi wicara adalah mengajarkan suatu cara untuk ber KOMUNIKASI:
  1. Berbicara:
    Mengajarkan atau memperbaiki kemampuan  untuk dapat berkomunikasi secara verbal yang baik dan fungsional.  (Termasuk bahasa reseptif/ ekspresif – kata benda, kata kerja, kemampuan memulai pembicaraan, dll).
  2. Penggunaan Alat Bantu (Augmentative Communication): Gambar atau symbol atau bahasa isyarat sebagai kode bahasa; (1) : penggunaan Alat Bantu sebagai jembatan untuk nantinya berbicara menggunakan suara (sebagai pendamping bagi yang verbal); (2)  Alat Bantu itu sendiri sebagai bahasa  bagi yang memang NON-Verbal.
Dimana Terapis Wicara Bekerja:
  1. Dirumah Sakit: Pada bagian Rehabilitasi, biasanya bekerjasama dengan dokter rehabilitasi bersama tim rehabilitasi lainnya (dokter, psikolog, physioterapis dan Terapis Okupasi). 
  2. Disekolah Biasa: Tidak Umum di Indonesia.  Pada bagian Penerimaan siswa baru, biasanya bekerjasama dengan guru, psikolog dan konselor.  Menangani permasalah keterlambatan berbahasa dan berbicara pada tahap sekolah, dan memantau dari awal murid-murid dengan kesulitan atau gangguan berbicara tetapi masih dapat ditangani dengan pemberian terapi pada tahap sekolah biasa. 
  3. Disekolah Luar Biasa:  Pada bagian Terapi wicara, bekerjasama dengan guru dan professional lainnya pada sekolah tersebut.  Biasanya memberikan konsultasi, konseling, evaluasi dan terapi
  4. Pada Klinik Rehabilitasi: Praktek dibawah pengawasan dokter, biasanya dengan tim rehabilitasi lainnya,
  5. Praktek Perorangan: Praktek sendiri berdasarkan rujukan, bekerjasama melalui networking.  Biasanya memberikan konsultasi, konseling, evaluasi dan terapi.
  6. Home Visit: Mendatangi rumah pasien untuk pelayanan-pelayanan diatas dikarenakan ketidakmungkinan untuk pasien tersebut berpergian ataupun dengan perjanjian.
Evi Sabir-Gitawan BSc.  Speech & Language Pathologist


sumber : http://www.autis.info/index.php/terapi-autisme/terapi-wicara

Terapi Perilaku

Terapi perilaku, berupaya untuk melakukan perubahan pada anak autistik dalam arti perilaku yang berlebihan dikurangi dan perilaku yang berkekurangan (belum ada) ditambahkan.

Terapi perilaku yang dikenal di seluruh dunia adalah Applied Behavioral Analysis yang diciptakan oleh O.Ivar Lovaas PhD dari University of California Los Angeles (UCLA).

Dalam terapi perilaku, fokus penanganan terletak pada pemberian reinforcement positif setiap kali anak berespons benar sesuai instruksi yang diberikan. Tidak ada hukuman (punishment) dalam terapi ini, akan tetapi bila anak berespons negatif (salah/tidak tepat) atau tidak berespons sama sekali maka ia tidak mendapatkan reinforcement positif yang ia sukai tersebut. Perlakuan ini diharapkan meningkatkan kemungkinan anak untuk berespons positif dan mengurangi kemungkinan ia berespons negatif (atau tidak berespons) terhadap instruksi yang diberikan.

Secara lebih teoritis, prinsip dasar terapi ini dapat dijabarkan sebagai A-B-C; yakni A (antecedent) yang diikuti dengan B (behavior) dan diikuti dengan C (consequence). Antecedent (hal yang mendahului terjadinya perilaku) berupa instruksi yang diberikan oleh seseorang kepada anak autis. Melalui gaya pengajarannya yang terstruktur, anak autis kemudian memahami Behavior (perilaku) apa yang diharapkan dilakukan olehnya sesudah instruksi tersebut diberikan, dan perilaku tersebut diharapkan cenderung terjadi lagi bila anak memperoleh Consequence (konsekuensi perilaku, atau kadang berupa imbalan) yang menyenangkan.

Tujuan penanganan ini terutama adalah untuk meningkatkan pemahaman dan kepatuhan anak terhadap aturan. Terapi ini umumnya mendapatkan hasil yang signifikan bila dilakukan secara intensif, teratur dan konsisten pada usia dini.

Terapi Sensory Integration

Pada kesempatan ini saya akan mengajak untuk mempelajari mengenai terapi SI (Sensory Integration). Saat ini kita sering mendengar istilah terapi SI, akan tetapi masih banyak pula orang tua yang masih belum memahami sepenuhnya tentang SI. Sebagai orang tua maka sudah sepantasnya untuk mempelajari terlebih dahulu jenis terapi yang akan diberikan kepada anak, jangan sampai pemberian terapi tersebut menjadi percuma dikarenakan tidak sesuai dengan kebutuhan anak atau hanya dikarenakan mencoba-coba atau bahkan hanya mengikuti langkah orangtua lain yang anaknya mengalami banyak kemajuan setelah mengikuti terapi jenis ini.
Sensory Integration merupakan suatu proses neurologi dalam mengatur dan menterjemahkan input sensori, untuk dapat memberikan respon sesuai dengan input tersebut. 
Bagian-bagian syaraf yang sangat banyak bekerja sama, sehingga seseorang dapat berinteraksi dengan lingkungannya secara efektif. Tubuh kita dan lingkungan mengirim pesan ke otak melalui indera kita, informasi tersebut diproses dan diorganisasi sehingga kita merasa nyaman dan aman serta kita mampu merespon secara tepat sesuai situasi dan kondisi.

Konsep Sensory Integration merupakan karya yang dikembangkan oleh A. Jean Ayres, PhD. OTR seorang Occupational Therapist.
Pada sebagian besar anak, kemampuan SI akan berkembang dengan sendirinya seiring dengan aktivitas yang dilakukan oleh anak tersebut setiap hari. Anak akan banyak mendapat pengalaman dan pembelajaran dari apa yang setiap hari dilakukannya. 
Akan tetapi hal ini terkadang tidak berlaku pada beberapa anak yang kemampuan SI-nya tidak berkembang seefisien seharusnya. Ketika proses tersebut terganggu, sejumlah masalah dalam proses belajar, perkembangan, ataupun tingkah laku bisa muncul.
Orang tua biasanya lebih mengenal dan mengerti anak mereka lebih daripada orang lain. Oleh karena itu, mereka juga akan lebih tahu daripada orang lain ketika anak mereka sedang menghadapi masalah ataupun mengalami hambatan. 
Jika seorang anak diduga memiliki gangguan SI, maka sebuah assessment dapat dilaksanakan oleh seorang Occupational Therapist. Assessment biasanya terdiri dari beberapa test standard dan observasi yang terstruktur sesuai usia perkembangan anak.
Assessment tersebut akan mengevaluasi kemampuan anak dalam merespon rangsangan sensori, postur, keseimbangan, koordinasi, dll. 
Setelah hasil riset dan observasi dianalisa, terapis akan membuat rekomendasi mengenai terapi yang dibutuhkan.
Anak dengan SI Dysfunction dikarenakan adanya gangguan dalam fungsi otak yang menghambat kemampuan mengatur dan menterjemahkan informasi sensori motor.
SI Dysfunction mungkin menjadi sebagai penyebab dari adanya masalah seperti kesulitan bicara, kesulitan konsentrasi, kekacauan social-emosional, gangguan perilaku dan masalah-masalah lain. 
Jika terapi Sensory Integration direkomendasikan, maka anak akan dituntun melalui berbagai aktivitas yang akan menantang kemampuan anak dalam memberikan respon yang sesuai terhadap input sensori yang diterimanya.
Melatih keahlian-keahlian khusus bukanlah merupakan fokus dari jenis terapi ini. Dalam melakukan suatu aktivitas terapi SI, yang menjadi fokus bukanlah hasil/end product, melainkan proses anak dalam melakukan aktivitas tersebut. Dalam mengikuti sesi terapi SI, maka aktivitas-aktivitas terapi hanyalah sebagai suatu media dan bukan menjadi target terapi. 
Dalam terapi SI, anak Anda akan dituntun untuk melakukan aktivitas yang menantang kemampuannya dalam memberikan respon yang sesuai terhadap input sensori yang diterimanya.
Terapi SI akan melibatkan aktifitas yang memberikan rangsangan yang dirancang sesuai dengan kebutuhan anak untuk berkembang. Aktivitas tersebut juga dirancang untuk beangsur-angsur meningkatkan tuntutan terhadap anak Anda untuk mampu membuat respon yang lebih teratur dan lebih terstruktur. 
Penekanan lebih difokuskan pada bagaimana kualitas proses sensorimotor yang dilakukan oleh anak dalam melakukan aktifitas tersebut, daripada mengajarkan atau melatih anak tersebut tentang bagaimana cara memberikan respon atau bagaimana cara mendapatkan hasil aktifitas yang sebaik mungkin. 
Melatih suatu keterampilan khusus jarang menjadi fokus dari terapi jenis ini. Akan tetapi pada beberapa kasus, anak dilatih untuk melakukan keterampilan khusus bisa menjadi tujuan utama, sehubungan dengan adanya kebutuhan untuk meningkatkan perkembangan harga diri anak atau untuk menunjang kemampuan bersosialisasi dengan teman-teman sebayanya.
Salah satu aspek penting dari terapi yang menggunakan pendekatan SI adalah  motivasi anak. 
Physiology otak yang dilibatkan anak pada saat melakukan gerakan aktif, responsive, berbeda dengan physiology otak yang dilibatkan pada saat anak hanya melakukan peragan pasif.
Aktivitas aktif akan sangat bergantung pada kemampuan inisiatif, perencanaan gerak, pelaksanaan gerakan, dan kontrol gerakan, sehingga secara kualitas tampak lebih terkoordinasi. Sedangkan pada aktifitas pasif, terkadang hanya memberikan sensasi ataupun gerakan yang tidak sepenuhnya menuntut adanya respon dari anak. 
Keterlibatan aktif anak akan memberikan pengalaman dan pembelajaran yang terbaik untuk menuntun ke arah pertumbuhan proses belajar dan pengaturan tingkah laku yang lebih baik.
Ketika anak dilibatkan sevara aktif, dia memiliki kontrol yang lebih terhadap situasi dan kondisi diri serta lingkungan. 
Dengan aktifitas pasif, kebalikannya, kita harus lebih hati-hati sebab anak terkadang kurang dapat menunjukan tanda-tanda kesulitan dan tidak mempedulikan lingkungannya.
Oleh karena itu, untuk memberikan pengalaman dan pembelajaran yang efektif bagi anak maka biasanya akan lebih menekankan pada partisipasi aktif dari anak.
Terapi yang menggunakan pendekatan Sensory Integration pada umumnya menarik bagi anak. Ruang yang penuh dengan alat-alat yang menarik, lerengan untuk meluncur, ayunan, guling besar untuk dipanjat, terowongan, tangga tali, berbagai macam ukuran bola, dll. akan sangat menarik bagi seorang anak. 
Bagi anak, terapi SI merupakan bermain dan dapat kelihatan seperti bermain bagi orang dewasa juga. Tetapi hal tersebut merupakan pekerjaan yang tidak mudah sebab terapis harus sangat kreatif dan inovatif, sebab apabila aktivitas yang diberikan tidak sesuai dengan kebutuhan anak maka hal tersebut hanya akan bersifat bermain dan tujuan dari terpi SI menjadi tidak tercapai.
Banyak anak dengan gangguan sensori integration belum mampu bermain secara tepat tanpa adanya arahan dari terapis. Menciptakan suasana bermain selama terapi SI dilakukan bukan hanya untuk bergembira. Suasana tersebut sangatlah berguna sebab anak akan lebih tertarik dan menikmati aktifitas terapi yang diberikan, dan dengan demikianlah efektifitas pelaksanaan sesi terapi SI akan jauh lebih maksimal dibandingkan dengan anak yang kurang termotivasi dalam mengikuti jalannya sesi terapi SI. 
Terapi SI haruslah mampu memberikan pengalaman dan pembelajaran yang terus berkembang sehingga terus mampu memberikan pengalaman positif bagi anak. Namun demikian, tidak setiap sesi terapi akan berjalan seperti yang kita harapkan, yaitu berjalan dengan efektif dan efisien. Setiap anak pernah mengalami hari sulit.
Bahkan pada beberapa kasus, ada anak yang mengalami hambatan dalam beradaptasi ataupun merasa kurang nyaman dengan berbagai macam alat dan aktifitas permainan. Oleh karena itu, bagi beberapa anak memulai terapi SI bisa menjadi sesuatu proses yang sulit. Terapis yang terlatih akan tahu seberapa besar dorongan yang seharusnya diberikan kepada seorang anak dan boleh meminta bantuan orangtua dalam menolong anak untuk terlibat. 
Kemajuan dalam mengikuti terapi SI tidak bisa dipisahkan dengan peran aktif orang tua.
Orang tua sangat mengerti anak mereka, sehingga sangat berperan dalam memantau perkembangan dan hambatan yang dialami anak. Orang tua juga sangat diharapkan untuk mampu memberikan lingkungan yang kaya dengan stimulasi, sehingga anak akan terus mendapatkan pengalaman dan pembelajaran dari lingkungannya. Arahan dan tuntunan sangat dibutuhkan oleh orang tua supaya mampu mewujudkan lingkungan yang sesuai dengan kebutuhan anak. 
Sebuah home program harus diberikan oleh terapis untuk membantu orang tua di rumah dalam melatih kembali anaknya.
Ketika pendekatan sensori integration berhasil, anak akan mampu secara otomatis memproses informasi sensori secara kompleks dengan cara yang lebih efektif dari pada sebelumnya. Hal ini memiliki sejumlah hasil penting. 
Peningkatan pada koordinasi gerak dapat dilihat dari kemampuan anak untuk melakukan tugas motorik kasar atau halus dengan keterampilan yang lebih baik dan pada tingkat kesulitan yang lebih tinggi dari yang diharapkan ketika anak belum mengikuti terapi.
Untuk anak yang pada mulanya menunjukkan masalah pada respon yang berlebihan atau kurang terhadap rangsangan, respon yang lebih normal dapat membimbing ke arah penyesuaian emosi yang lebih baik, meningkatkan keterampilan personal sosial, atau percaya diri yang lebih besar. 
Beberapa anak akan menunjukkan adanya perkembangan bicara dan bahasa, dll. Sangat sering, orangtua melaporkan bahwa anak mereka kelihatannya lebih tenang, lebih perhatian, lebih memiliki percaya diri, lebih cepat dalam mempelajari sesuatu kemampuan baru, serta sangat menunjang kemajuan di berbagai program terapi lainnya.

Sumber : disini
(Ditulis oleh : Krisna Kurniawan, AMd.OT ; Occupational Therapy Consultant di PTA Matahatiku, Bintaro Sektor 1, Telp : (021) 7364727)

Ito Si Mungil yang Istimewa

Karya : Dr. Herry
RSAB Harapan Kita, Jkt (17 Okt 2013)


Arie Ito
Waskito Budi Adi Ari Bawa
Waskito Budi Adi Ari Bawa, itulah nama panjangmu
Tubuhmu mungil, gerakanmu lincah.
Sederetan prestasi menghias hidupmu, 
tapi bukan hanya penghias hidup mu.

Kau buktikan dlm sepak terjangmu
Kau berjuang untuk anak-anak  yang tersingkirkan
Ya... anak dengan kebutuhan khusus.
Anak-anak yang selama ini terpinggirkan,
seolah mereka tidak berguna untuk orang lain.


Di bidang inilah kau berjuang utk mendidik mereka
berguna bagi dirinya dan orang lain,
Kau berjuang membuka mata penguasa akan tanggungjawabnya.


Ito...
Di tubuh mungilmu tersimpan potensi besar.
Tubuh mungilmu selalu bergerak lincah menghias setiap langkahmu.
Dengan lincah kau loncat dari satu kota ke kota lain,
bahkan dari satu pulau ke pulau lain.

Indonesia butuh orang sepertimu
Tubuh mungilmu menyimpan tenaga yang sangat besar.
Tenaga yang memungkinkanmu untuk  lompat ke seluruh pulau di negeri ini.

Kelelahan tak pernah menghiasi wajahmu.
Wajah yg berhias senyuman yang  lucu.
Setiap kata yang  meluncur dari bibirmu,
seolah tak henti gambaran perjuanganmu.

Ya Allah Ya Robb...
Kau Maha Segalanya, semua yang cipta bukanlah sia-sia
Ya Allah kau beri indonesia dengan Si Ito Mungil yang Istimewa,
yang berjuang bagi anak-anak istimewa.
Perjuangan yang membutuhkan tenaga dan pikiran.

Ya Allah Ya Robb…
Bimbing dan lindungi dia bila jalankan tugasnya.
Permudahlah dalam setiap langkahnya,
Sehatkan tubuh dan pikirannya.
Kuatkan imannya, jauhkan dari gangguan setan yg terkutuk...








sumber : klik disini

Aneka Terapi untuk Aneka Autisme

AUTISME bukan semacam vonis yang tak bisa ditawar lagi. Ada sejumlah terapi yang bisa dilakukan. Menurut Melly Budhiman, Ketua Yayasan Autisme Indonesia, semakin cepat dilakukan penanganan terhadap penderita autisme, hasilnya akan semakin baik pula. Terapi yang dilakukan sejak dini dapat menghilangkan gejala yang umumnya terjadi pada anak autis, hingga akhirnya si anak bisa sejajar dengan temannya yang lahir normal.
Ada bermacam terapi. Namun terapi untuk penderita autisme biasanya berbeda-beda, bergantung pada kebutuhan masing-masing. Waktu terapi dan keberhasilannya juga tidak sama. Peran serta orang tua dengan rajin mengulang terapi di rumah, tingkat kecerdasan anak, serta ringan atau beratnya autisme akan sangat berpengaruh. Berikut ini beberapa jenis terapi yang sering dilakukan.

Terapi Okupasi
Penderita autisme biasanya mendapati kesulitan berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya. Bukan cuma itu, mereka juga tidak tahu bagaimana menyelesaikan pekerjaan yang berhubungan dengan aktivitas sehari-hari. Padahal, bagi anak-anak normal, pekerjaan seperti itu mudah saja dilakukan.
Problem ini timbul lantaran penderita autisme umumnya mengalami gangguan motorik. Untuk mengembangkan motorik halusnya, terapi okupasi adalah salah satu jalan keluar.
Ada beberapa latihan yang dilakukan, antara lain latihan berkonsentrasi menyusun barang-barang kecil (meronce) yang melibatkan kerja otak, mata, dan tangan secara bersama-sama. Untuk melatih motorik tangan, penderita autisme juga diajari cara memegang pensil, pulpen, atau sendok dengan benar. Pada terapi ini, biasanya diajarkan juga melakukan kegiatan sehari-hari (activity daily living) seperti cara memakai topi, sepatu, dan baju. Juga bagaimana cara makan dan minum tanpa bantuan orang lain, membedakan benda-benda yang kasar dan halus, serta melatih indra penciuman seperti mencium bau atau wangi.
Terapi Wicara
Bukan rahasia lagi, kemampuan berbicara penderita autisme berkembang dengan amat lambat. Saat teman-teman sebayanya sudah pandai bercerita, anak autis biasanya sulit sekali bersuara sekalipun untuk sepatah kata. Kalaupun akhirnya mengoceh, suara dari bibir mereka terdengar aneh dan sering seperti gumaman yang sulit dimengerti.
Dengan terapi wicara, kemampuan berbicara anak autis jadi terdongkrak. Mereka yang telah sukses menjalani terapi ini akan mudah bercakap-cakap. Bahkan ada beberapa anak autis yang kemampuan bahasanya di atas anak-anak normal sebayanya.
Ada sejumlah latihan yang mesti dilakukan: bertepuk tangan dengan ritme yang berbeda-beda, mengimitasi bunyi vokal, mengimitasi kata dan kalimat, belajar mengenal kata benda dan sifat, merespons bunyi-bunyi dari lingkungan sekitar dan belajar membedakannya, mengembangkan kemampuan organ artikulasi, belajar berbagai ekspresi yang mewakili perasaan (sedih, senang, cemas, sakit, dan marah), menangis, berlatih mengangguk untuk mengatakan "ya", menggeleng untuk "tidak", dan lain-lain, juga belajar merangkai kata, frase, dan kalimat. Untuk alat bantu, biasanya digunakan gambar ataupun benda.
Terapi Tingkah Laku
Patuh adalah salah satu kesulitan yang sering dialami penderita autisme. Terapi tingkah laku meliputi pelbagai hal. Misalnya, diajarkan bagaimana duduk diam dengan tangan dilipat di atas meja. Biasanya terapis akan menggunakan kalimat perintah yang agak keras untuk membuat anak berkonsentrasi. Penderita autisme lebih banyak tenggelam dalam dunianya sendiri dan, karena itu, akan diajak berkomunikasi dengan orang lain, termasuk melalui kontak mata.
Salah satu metode yang terkenal untuk mengajarkan terapi tingkah laku adalah Applied Behavior Analysis (ABA) atau sering disebut pula metode Lovaas. Diadopsi dari nama penemunya, metode ini baru diterapkan di Indonesia sekitar tahun 1997. Dengan cirinya yang terstruktur, terarah, dan terukur, metode ini memudahkan orang tua memantau perkembangan anak mereka.
Materi yang diajarkan antara lain memasangkan benda-benda seperti piring dengan gelas dan mengidentifikasi benda-benda di sekitar. Si penderita misalnya diminta mengambil benda yang disebut oleh terapis serta melakukan pekerjaan yang diperintahkan. Selain itu, diajarkan pengetahuan akademis dalam tingkat yang sederhana, misalnya belajar mengenal huruf dan angka.
Model ini juga mengajari anak autis memfokuskan perhatian dan bersosialisasi dengan teman-temannya, dua hal yang sangat sulit dilakukan oleh penderita.
Fisioterapi
Penderita autisme biasanya juga mengalami gangguan pada motorik kasarnya-selain motorik halus. Problem yang kerap timbul antara lain anak tidak bisa berjalan dengan menjejakkan telapak kakinya ke lantai (berjalan jinjit). Anak autis juga kerap sulit mencontoh gerakan yang diperagakan terapis, misalnya memainkan tangan, kaki, atau kepala. Untuk mengatasinya, bisa diterapkan fisioterapi.
Bentuk terapi latihan fisik ini antara lain senam untuk menguatkan otot, peregangan (stretching), pijatan di daerah otot yang tegang, dan latihan keseimbangan.
Pelaksanaannya berbeda untuk tiap penderita, tergantung masalah yang dialami. Ada anak autis yang sangat hiperaktif atau sebaliknya terlalu diam dan malas bergerak.
Terapi Air
Penderita autisme umumnya takut dengan air. Padahal latihan yang dilakukan di kolam renang bisa membantu memulihkan kondisi fisik penderita autisme lebih cepat daripada di darat. Sebab, tekanan di dalam air membantu mengencangkan otot-otot, terutama di bagian lengan dan kaki.
Gerakan yang dilakukan sebagian besar hampir sama dengan fisioterapi, antara lain senam dan stretching. Bila penderita sudah mampu mengatasi rasa takut berada di dalam air, latihan akan dilanjutkan dengan gerakan-gerakan dasar berenang.
Terapi Musik
Tak dapat disangkal, musik adalah sebuah keajaiban. Bukan hanya mempesona bagi mereka yang terlahir normal, musik bisa menjadi salah satu alat bantu terapi.
Terapi musik bisa digunakan sebagai alat bantu untuk memecahkan kebuntuan komunikasi pada anak. Musik adalah alat ampuh untuk mengembangkan kepekaan suara dan mendongkrak kemampuan berbahasa pada anak. Selain itu, terapi ini bisa mendobrak dinding yang seolah memisahkan anak dengan lingkungannya dan mengajari anak bersosialisasi.
Metode yang dilakukan antara lain mengenalkan musik melalui bunyi atau lagu. Selanjutnya, anak akan meniru lagu yang diputar dan melakukan gerakan seperti dalam lagu. Cara ini bisa meningkatkan fungsi indra pendengaran dan merangsang kemampuan berbicara.
Terapi Medikamentosa
Dalam pelaksanaannya, terapi ini tidak bisa dilakukan tanpa pengawasan dokter yang berwenang. Pemberian obat-obatan ataupun vitamin dosis tinggi tidak boleh sembarangan. Sebab, dampak yang akan terjadi pada tiap penderita autisme berbeda-beda. Terapi bergantung pada gangguan yang terjadi.
Ada beberapa gejala yang sebaiknya dihilangkan dengan pemberian obat-obatan, yaitu saat anak terlalu hiperaktif, menyakiti diri sendiri dan orang lain (agresif), merusak, dan sulit tidur. Meski begitu, harus dicamkan, obat bukan untuk menyembuhkan, melainkan untuk menghilangkan gejala saja.
Pemberian vitamin B (B6 dan B15) dosis tinggi pada sebagian anak dapat menimbulkan dampak positif. Sedangkan untuk obat-obatan biasanya digunakan obat antidepresi yang dapat meningkatkan jumlah seretonin di dalam otak.
Terapi Diet
Mengatur pola makan adalah hal penting lainnya yang harus dilakukan pada penderita. Ada beberapa makanan yang harus dihindari, antara lain camilan yang mengandung gluten, kasein, serta zat lain seperti penambah rasa (MSG), pewarna makanan, gula sintetis, dan ragi yang digunakan untuk fermentasi makanan.
Gluten adalah protein yang didapat dari tepung terigu seperti sereal gandum, barley, dan oat, juga makanan yang dibuat dari olahan tepung terigu seperti mi, roti, dan kue kering.
Kasein merupakan protein yang berasal dari susu hewan serta hasil olahannya seperti keju, susu asam, dan mentega. Sebagai gantinya, bisa diberikan susu yang diolah dari kedelai, kentang, almon, dan lain-lain.

Dewi Rina Cahyani


sumber : http://www.autis.info

Asperger, Gangguan Anak Antisosial

JAKARTA-- Autisme seakan-akan jadi momok menakutkan bagi banyak orang tua. Tidak heran, karena jumlah angka penderitanya di seluruh dunia terus meningkat, termasuk di Indonesia. Meskipun belum ada angka pasti yang menyebutkan penderita autis di Indonesia.

Nyatanya tidak hanya penderitanya saja yang bertambah, kini varian autisme juga semakin banyak diketahui. Sindrom asperger merupakan salah satu varian autisme yang lebih ringan dibandingkan kasus autisme klasik.
Gangguan Asperger berasal dari nama Hans Asperger, seorang dokter spesialis anak asal kota Wina, Austria. Pada tahun 1940, Asperger ialah orang pertama yang menggambarkan pola perilaku khusus pada pasien-pasiennya, terutama pasien laki-laki.

Asperger memperhatikan, meskipun anak laki-laki tersebut memiliki tingkat intelegensia yang normal serta kemampuan bahasa yang baik, namun mereka memiliki kekurangan dalam kemampuan bersosialisasi. Umumnya mereka tidak mampu berkomunikasi secara efektif serta kemampuan koordinasi yang kurang baik.

Sindrom asperger banyak disebut sebagai varian dari autisme yang lebih ringan. Para ahli mengatakan, pada penderita sindrom asperger memiliki kondisi struktural otak secara keseluruhan lebih baik dibandingkan pada penderita autisme.

Menurut Clinical Assistant Professor of Pediatrics Jefferson Medical College Philadelphia, Susan B. Stine, MD karakter dari anak-anak yang mengalami sindrom asperger ialah kurangnya kemampuan berinteraksi sosial, pola bicara yang tidak biasa dan tingkah laku khusus lainnya.

Kemudian, anak-anak dengan sindrom asperger biasanya sangat sulit untuk menampilkan ekspresi di wajahnya serta sulit untuk membaca bahasa tubuh pada orang lain.

“Mereka kemungkinan juga merasa nyaman dengan rutinitas tertentu yang harus dilakukan setiap hari serta sensitif terhadap stimulasi sensori tertentu, misalnya mereka akan tertanggu oleh nyala lampu redup yang mungkin tidak diperhatikan oleh orang lain. Bisa saja mereka menutup kuping agar tidak dapat mendengarkan suara di sekitarnya atau mereka mungkin lebih memilih pakaian dari bahan-bahan tertentu saja,” jelas Stine.

Selain itu, tambah Stine, ciri dari anak yang mengalami sindrom asperger adalah terlambatnya kemampuan motorik, ceroboh, minat yang terbatas dan perhatian berlebihan terhadap kegiatan tertentu.
Hal senada diungkapkan oleh dokter spesialis anak konsultan Neurologi, dr Hardiono D Pusponegoro, Sp.A(K). Dia memaparkan, sindroma asperger adalah gangguan perkembangan dengan gejala berupa gangguan dalam bersosialisasi, sulit menerima perubahan, suka melakukan hal yang sama berulang-ulang, serta terobsesi dan sibuk sendiri dengan aktivitas yang menarik perhatian.



“Umumnya, tingkat kecerdasan si kecil baik atau bahkan lebih tinggi dari anak normal. Selain itu, biasanya ia tidak mengalami keterlambatan bicara,” kata Hardiono.
Jika dilihat secara sekilas, lanjutnya, anak tersebut tidak berbeda dengan anak yang pintar dan kreatif. Hanya saja, anak tersebut biasanya memiliki satu minat tertentu saja untuk dikerjakannya.
Memang secara keseluruhan anak-anak yang mengalami gangguan sindrom asperger mampu melakukan kegiatan sehari-hari, namun terlihat sebagai pribadi yang kurang bersosialisasi sehingga sering dinilai sebagai pribadi eksentrik oleh orang lain.

Menurut Stine, jika penderita sindrom asperger beranjak dewasa, biasanya mereka akan merasa kesulitan untuk mengungkapkan empati kepada orang lain serta tetap kesulitan untuk berinteraksi dengan orang lain.
“Pada ahli mengatakan bahwa penderita sindrom asperger biasanya akan menetap seumur hidup. Namun, gejala tersebut dapat dikurangi dan diperbaiki dalam kurun waktu tertentu terutama deteksi dini sindrom asperger akan sangat membantu,” pungkasnya.

Gangguan sindrom asperger pada umumnya akan terus mengikuti perkembangan usia seseorang. Meski tidak membahayakan jiwa, namun gangguan itu bisa membuat anak takut berada di keramaian dan membuat anak depresi.

Ciri yang menonjol pada anak asperger adalah mereka tidak bisa membaca kode-kode atau ekspresi wajah seseorang. Karena ketidakmampuannya itu, anak asperger dijauhi teman-temannya.
"Biasanya mereka jadi anak yang antisosial, sulit berinteraksi dengan orang lain," kata Hardiono.
Ketika anak asperger tidak mempunyai teman, lalu tidak tahu harus bersikap bagaimana untuk menghadapi sebuah situasi, dia akan merasa putus asa dan akhirnya depresi.

Sesuai dengan perkembangan otak, kalau kelainan itu diketahui lebih dini, maka bisa distimulasi atau diberi obat agar berkembang ke arah yang baik.

Namun, kalau sudah terlambat deteksinya, yaitu sudah berusia lima atau enam tahun, maka sulit penanganannya karena perkembangan otak sudah berhenti. Pada umur lima tahun, bagian otak yang disebut sinaps-sambungan antar saraf di mana bahan kimia serotonin bekerja-akan berhenti.
Kini teknik-teknik terapi sudah jauh lebih maju dan fasilitas sudah banyak. Hardiono menuturkan, salah satu terapi yang bisa dilakukan adalah dengan mengajak si anak bermain. Stimulasi ini diketahui memperbaiki sinaps dan meningkatkan kadar serotonin.

Menurut Hardiono, anak asperger masih bisa diterapi, terutama dalam hal kemampuan bersosialisasi. Pasalnya, kemampuan mereka bersosialisasi sangat kurang.
"Cara terapi yang paling baik adalah mengajarkan anak bagaimana berinteraksi dengan orang lain. Terapi dalam bentuk peer group akan lebih baik lagi," paparnya.
Anak asperger biasanya memiliki kecerdasan yang tinggi, maka orangtua akan dengan mudah mengajarkan emosi sosial. Misalnya, mengajarkan bagaimana harus bersikap jika menghadapi situasi tertentu.



R. Kaan Ozbayrak,MD, Assistant Professor of Psychiatry University of Massachusetts Medical School menambahkan, beberapa hal lain yang dapat dilakukan untuk membantu anak-anak penderita sindrom asperger. Terapi atau pengobatan yang dilakukan juga harus disesuaikan.
Secara umum Ozbayrak mengatakan, anak-anak penderita sindrom asperger akan banyak terbantu oleh orangtua yang memahami dan mampu membantunya. Kemudian, mereka juga membutuhkan pendidikan yang diperuntukan khusus bagi kebutuhannya. Selain itu, anak memerlukan latihan kemampuan untuk bersosialisasi serta terapi wicara.

"Terapi sensori integrasi juga dapat berguna bagi anak-anak yang masih kecil untuk meminimalisir kondisinya yang terlalu sensitif. Sementara itu, untuk anak-anak yang lebih tua dapat mendapatkan terapi kognitif atau psikoterapi,” papar Ozbayrak. (ri)



Sumber : www.republika.co.id 

Kenali Ciri Asperger

Penulis : Ikarowina Tarigan

ISTILAHAsperger's Syndrome sebelumnya mungkin masih asing di telinga Anda. Akan tetapi, penayangan film Bollywood My Name is Khan turut mengingatkan kembali tipe autisme ringan ini. 


Dalam film ini, tokoh utama Rizwan Khan didiagnosis menderita Asperger's syndrome. Khan digambarkan sebagai anak dengan perilaku agak aneh (sering meremas-remas batu) tetapi berbakat (memperbaiki setiap mesin yang rusak). 

Apa itu Asperger's syndrome?Asperger's syndrome merupakan salah satu tipe pervasive development disorder (PDD). PDDs merupakan sekelompok kondisi termasuk keterlambatan perkembangan keahlian dasar seperti keterampilan bersosialisasi dengan, berkomunikasi dan menggunakan imajinasi. 

Meskipun Asperger's syndrome mempunyai kesaman dengan autisme (jenis PPDs yang lebih parah), gangguan ini juga memiliki perbedaan di beberapa bidang. Anak-anak dengan Asperger's syndrome pada umumnya mempunyai fungsi lebih baik dibandingkan anak-anak autisme. 

Selain itu, anak-anak dengan Asperger's syndrome umumnya mempunyai kecerdasan normal. Dan meskipun mereka kemungkinan mengalami gangguan berkomunikasi setelah dewasa, anak dengan Asperger's syndrome cenderung  mempunyai perkembangan bahasa yang mendekati normal. 

Nama gangguan ini diambil dari nama dokter Asal Austria, Hans Asperger, yang pertama kali menggambarkan gangguan ini pada 1944. 

Gejala

Gejala Asperger's syndrome bervariasi dan mempunyai rentang dari ringan hingga berat. Gejala-gejala umum termasuk: 

Gangguan keterampilan sosial. Anak-anak dengan Asperger's syndrome pada umumnya kesulitan berinteraksi dengan orang lain dan seringkali kaku dalam situasi sosial. Pada umumnya mereka sulit berteman. 

Perilahu eksentrik atau kebiasaan yang berulang-ulang. Anak-anak dengan kondisi ini kemungkinan melakukan gerakan yang berulang-ulang, seperti meremas-remas atau memutar jari tangan. 

Ritual yang tidak biasa. Anak dengan Asperger's syndrome kemungkinan mengembangkan ritual yang selalu diikuti, seperti mengenakan pakaian dengan urutan tertentu. 

Kesulitan komunikasi. Orang-orang dengan Asperger's syndrome kemungkinan tidak melakukan kontak mata saat berbicara dengan seseorang. Mereka mungkin bermasalah menggunakan ekspresi dan gerak tubuh serta kesulitan memahami bahasa tubuh. Selain itu, mereka cenderung bermasalah memahami bahasa dalam konteks. 

Keterbatasan ketertarikan. Anak dengan Asperger's syndrome kemungkinan memiliki ketertarikan yang intens bahkan terobsesi terhadap beberapa bidang, seperti jadwal olahraga, cuaca atau peta. 

Masalah koordinasi. Gerakan anak dengan Asperger's syndrome kelihatan ceroboh dan kaku. 

Berbakat. Banyak anak dengan Asperger's syndrome sangat berbakat di bidang tertentu, seperti musik atau matematika. 

Penyebab

Penyebab pasti gangguan ini masih belum diketahui. Akan tetapi, fakta menunjukkan adanya kecenderungan bahwa gangguan ini diturunkan dalam keluarga. 

Frekuensi


Jumlah pasti orang yang mengalami gangguan ini belum diketahui. Tapi, gangguan ini dinyatakan lebih umum dibandingkan autisme. Berdasarkan perkiraan yang dikutip situs webmd.com, sindrom ini dialami oleh 0,024 hingga 0,36 persen dari anak-anak. Gangguan ini lebih umum dialami laki-laki dibandingkan perempuan dan biasanya terdiagnosis saat anak berusia antara dua dan enam tahun. 

Terapi

Asperger's syndrome belum bisa disembuhkan sepenuhnya. Akan tetapi, Anda bisa mencoba penanganan yang bisa meningkatkan fungsi dan mengurangi perilaku yang tidak diinginkan. Orang dengan Asperger's syndrome biasanya ditangani dengan kombinasi dari langkah-langkah berikut: 

Pendidikan khusus: Pendidikan yang didisain untuk memenuhi kebutuhan pendidikan anak yang unik. 

Modifikasi perilaku: Hal ini meliputi strategi untuk mendukung perilaku positif dan mengurangi perilaku bermasalah. 

Terapi bicara, fisik dan terapi okupasional: Terapi ini didisain untuk meningkatkan kemampuan fungsional anak. 

Obat-obatan. Tidak ada obat yang khusus untuk menangani Asperger's syndrome. Tapi, obat-obatan bisa digunakan untuk mengatasi gejala khusus, seperti kecemasan, depresi, serta perilaku yang hiperaktif dan terobsesi. (IK/OL-08)


sumber : http://www.autis.info

Asperger, Sumber Anak Sulit Sosialisasi

KINI varian autisme semakin banyak diketahui. Salah satunya, sindrom asperger dengan gejala tidak mampu berkomunikasi efektif dan minimnya kemampuan koordinasi.

Angka penderita autisme di seluruh dunia terus meningkat, termasuk di Indonesia. Sayangnya, belum ada data yang menunjukkan berapa persis angka kejadian penderita autisme di Indonesia.

Tidak hanya penderitanya yang bertambah, kini varian autisme juga semakin banyak diketahui. Sindrom asperger merupakan salah satu varian autisme yang lebih ringan dibandingkan kasus autisme klasik.

Gangguan asperger berasal dari nama Hans Asperger, seorang dokter spesialis anak asal Kota Wina, Austria. Pada tahun 1940, Asperger ialah orang pertama yang menggambarkan pola perilaku khusus pada pasien-pasiennya, terutama pasien laki-laki.

Asperger memperhatikan bahwa meskipun anak lakilaki ini memiliki tingkat inteligensia yang normal serta kemampuan bahasa yang baik, namun mereka memiliki kekurangan dalam kemampuan bersosialisasi. Umumnya mereka tidak mampu berkomunikasi secara efektif serta kemampuan koordinasi yang kurang baik.

Menurut Susan B Stine, MD, Clinical Assistant Professor of Pediatrics Jefferson Medical College Philadelphia, karakter dari anakanak yang mengalami sindrom asperger ialah kurangnya kemampuan berinteraksi sosial, pola bicara yang tidak biasa, dan tingkah laku khusus lainnya.

Kemudian, anak-anak dengan sindrom asperger biasanya sangat sulit untuk menampilkan ekspresi di wajahnya serta sulit untuk membaca bahasa tubuh orang lain.

Mereka kemungkinan juga merasa nyaman dengan rutinitas tertentu yang harus dilakukan setiap hari serta sensitif terhadap stimulasi sensori tertentu. Misalnya, mereka akan terganggu oleh nyala lampu redup yang mungkin tidak diperhatikan oleh orang lain.

"Bisa saja mereka menutup kuping agar tidak dapat mendengarkan suara di sekitarnya atau mereka mungkin lebih memilih pakaian dari bahan-bahan tertentu saja," jelas Stine.

Selain itu, terangnya, ciri dari anak yang mengalami sindrom asperger adalah terlambatnya kemampuan motorik, ceroboh, minat yang terbatas dan perhatian berlebihan terhadap kegiatan tertentu.

Menurut Dokter Spesialis Anak konsultan Neurologi, dr Hardiono D Pusponegoro, Sp A(K),sindroma asperger adalah gangguan perkembangan dengan gejala berupa gangguan dalam bersosialisasi, sulit menerima perubahan, suka melakukan hal yang sama berulang-ulang, serta terobsesi dan sibuk sendiri dengan aktivitas yang menarik perhatian.

"Umumnya, tingkat kecerdasan si kecil baik atau bahkan lebih tinggi dari anak normal. Selain itu, biasanya ia tidak mengalami keterlambatan bicara," kata Hardiono.

Sekilas terlihat, anak dengan sindrom asperger tidak berbeda dengan anak yang pintar dan kreatif. Hanya saja, anak tersebut biasanya memiliki satu minat tertentu saja untuk dikerjakannya.

Secara keseluruhan, anak-anak yang mengalami gangguan sindrom asperger mampu melakukan kegiatan sehari-hari, namun terlihat sebagai pribadi yang kurang bersosialisasi sehingga sering dinilai sebagai pribadi eksentrik oleh orang lain.

Menurut Stine, jika penderita sindrom asperger beranjak dewasa, biasanya mereka akan merasa kesulitan untuk mengungkapkan empati kepada orang lain serta tetap kesulitan untuk berinteraksi dengan orang lain.

"Para ahli mengatakan bahwa penderita sindrom asperger biasanya akan menetap seumur hidup. Namun, gejala tersebut dapat dikurangi dan diperbaiki dalam kurun waktu tertentu. Deteksi dini sindrom asperger akan sangat membantu," pungkasnya.

(sindo//tty)     


sumber : http://www.autis.info

8 Prinsip Diet untuk Penyandang Autisme

Tentang pola diet untuk pennyandang autisme, setidaknya ada delapan prinsip diet, yaitu:

8 Prinsip Diet untuk Penderita Autisme
1.      Diet bebas gluten dan kasein
2.      Diet bebas gula
3.      Diet bebas jamur/fermentasi
4.      Diet bebas zat adiktif
5.      Diet bebas fenol dan salisilat
6.      Diet rotasi dan eliminasi
7.      Pengaturan cara memasak dan penyediaan makanan
8.      Pemberian suplemen makanan
Mari kita bahas satu per satu.
Diet bebas gluten dan kasein minimal tiga bulan; yaitu dengan menghindari produk makanan yang mengandung gluten (biskuit, mie, roti, makanan yang mengandung terigu), produk makanan-minuman yang mengandung susu sapi (keju, mozzarella, butter, permen susu, dsb).
Diet bebas gula minimal 2 minggu dan probiotik. Hindari: gula pasir, sirup, soft drink, fruit juice kemasan, aspartam. Untuk pengganti gula, pakailah gula stevia dan xylitol secara bergantian, atau gula jagung (sorbitol). Gula palem (aren) nartural boleh ditambahkan sedikit untuk membuat kue sebatas aroma.
Diet bebas jamur/fermentasi, dengan menghindari: kecap tauco, keju, kue yang dibuat dengan vermipan/baking soda, termasuk makanan yang lama disimpan, buah-buahan yang dikeringkan (kismis, kurma).
Diet bebas zat adiktif, dengan menghindari semua pewarna, penambah rasa, pengawet, pengemulsi, penyedap rasa (MSG), kaldu kemasan, termasuk menghindari produk olahan (sosis, kormet, chicken nugget, dsb). Boleh memakai zat pewarna alami, seperti daun pandan/suji untuk warna hijau, kunyit untuk warna kuning, dan beet untuk warna merah.
Diet bebas fenol dan salisilat. Fenol terkandung di dalam buah berwarna cerah seperti: anggur, apel, cherry, prunes, plum, almond, dsb. Salisilat terkandung di dalam jeruk dan tomat. Adapun pepaya, mangga, beet, wortel aman dikonsumsi.
Diet rotasi dan eliminasi. Diet ini diberikan setelah memperoleh hasil tes sensitivitas makanan IgG (comprehensive food panel). Untuk makanan yang titer IgG-nya tinggi tidak boleh diberikan sama sekali (eliminasi). Sedangkan makanan yang titer IgG-nya rendah boleh diberikan dengan selang waktu 4 hari (rotasi).
Pengaturan cara memasak dan penyediaan makanan, misalnya:
1.      Minum air minimal 8 gelas sehari dari air mineral kemasan atau air yang telah disaring (water purifying system).
2.      Menu makanan banyak buah dan sayuran segar setiap hari, misalnya: pepaya, kiwi, nanas. Diberikan bergantian dan sesuai selera anak.
3.      Sediakan makanan tinggi protein saat sarapan pagi.
4.      Sebaiknya semua makanan dipersiapkan dari rumah, sebagai bekal di sekolah.
5.      Pilih peralatan memasak yang terbuat BUKAN dari logam berat.
6.      Gantilah peralatan yang terbuat dari alumunium dan teflon dengan alat yang terbuat dari STAINLESS STEEL atau KACA (PYREX).
7.      Pisahkanlah semua peralatan ini agar tidak terkontaminasi/tercemari.
Pemberian suplemen makanan
Diberikan sesuai gejala klinis, hasil pemeriksaan laboratorium, dan kebutuhan harian anak sesuai dengan usia dan berat badan.Misalnya:
1.      Kalsium (1000 mg/hari dosis terbagi).
2.      Magnesium glisinat (200-300 mg/hari).
3.      Zinc pikolinat dan alfa ketoglutarat (20-50 mg/hari).
4.      Selenium (50-100 mg/hari).
5.      Vitamin A natural dalam bentuk Cod Liver Oil (dosis sekitar 2500 IU/hari).
6.      Vitamin B6 dengan P5P sekitar 50 mg/hari.
7.      Vitamin C (dalam bentuk Ester C 500 mg/hari dalam dosis terbagi).
8.      Vitamin E (100-200 IU/hari) sebagai antioksidan.
9.      Asam Lemak Esensial, diberikan dalam bentuk EPA (Eicosapentoic Acid) 750 mg/hari, DHA (Docosahexanoic Acid) 250-500 mg/hari, dan GLA (Gamma Linoleic Acid) 50-100 mg/hari dalam EPO (Evening Primrose Oil) 1000-1500 mg/hari.
10. Asam amino dalam bentuk amino acid complex 1 kapsul/hari.
11. Kolustrum dalam bentuk liquid 1/2 sendok teh 2x sehari (2,5 gram).
12. Enzim, misalnya: Enzyme-Complete with DPP-IV, 3x sehari, diberikan pada awal makan.
13. Probiotik, diberi preparat yang mengandung 6 jenis mikroorganisme dalam satu kapsul, dosis 1-2 kapsul/hari.
14. Methylulfonylmethane (MSM), diberikan bila pada anak terdapat lingkaran hitam di sekitar atau di bawah mata.
15. Ubiquinone (30 mg 1-2 kapsul/hari).
16. Yeast Control, bila perlu dapat diberikan: oregano, golden seal, dsb.
17. Biotin (300 mg/hari).
18. Taurin, diberikan bila buang air besar (anak penderita autisme) berwarna pucat seperti dempul, sejumlah 1-3 kapsul/hari.
19. Reduced L-Glutathione, 1 kapsul/hari, untuk mencegah kerusakan sel, sebagai antioksidan, dan kelasi alami logam berat.
Setelah pemberian diet di atas, sebaiknya dievaluasi dengan cara mengidentifikasi setiap gejala yang timbul, lalu dibuat perbandingan sebelum dan sesudah melakukan diet.



sumber : klik disini
 
Copyright © 2013. Pusat Layanan Autis Kalsel Kalsel- All Rights Reserved