SEMARANG--Diet
secara teratur bisa menjadi senjata utama penanganan terhadap anak
penderita autisme, kata peneliti dari Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Diponegoro, Semarang, S.A. Nugraheni."Langkah ini biasanya
belum terpikirkan oleh para orang tua yang memiliki anak autis," katanya
usai menyampaikan hasil penelitian tentang "Perubahan Perilaku Anak
Autis Pascaintervensi Diet Bebas Gluten Bebas Casein", di Semarang,
Kamis.
Berdasarkan
penelitian, katanya, sebagian besar anak autis, terutama pada tingkat
lanjut, memiliki respons yang baik ketika mendapat makanan rendah kadar
gandum, susu, dan produk sejenisnya. Beberapa hasil penelitian lainnya
juga menyebutkan bahwa jenis makanan yang harus dihindari oleh penderita
autis adalah makanan yang mengandung gluten, casein, glukosa, dan
lemak. "Namun belum ditemukan bukti otentik," katanya.
Pihaknya
dibantu peneliti dari Fakultas Kedokteran dan Fakultas Psikologi
Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, masing-masing M. Hakimi dan Y.
Prawitasari, berinisiatif meneliti pengaruh diet bebas casein dan gluten
terhadap perubahan perilaku anak-anak autis. "Kami melakukan konseling
terhadap para orang tua yang memiliki anak autis secara mendalam melalui
modul dan buku-buku tentang makanan yang bebas gluten dan casein yang
dilakukan setiap dua minggu sekali selama tiga bulan," katanya.
Ia
mengatakan, konseling tersebut perlu terus menerus untuk memonitor
apakah diet bebas gluten dan casein masih dijalankan mereka. Hasil
pengamatan, katanya, ternyata menunjukkan perubahan perilaku yang
positif secara signifikan.
Dugaan
sebelumnya, katanya, faktor psikologis memegang peranan penting
terhadap timbulnya gejala autisme. Namun, katanya, berbagai penelitian
dalam bidang metabolisme menunjukkan banyak anak autis yang mengalami
berbagai gangguan metabolisme."Gangguan metabolisme yang banyak ditemui
pada anak autis di antaranya alergi terhadap berbagai jenis makanan,
pertumbuhan jamur dan 'yeast' yang berlebihan, gangguan pencernaan, dan
keracunan logam berat," katanya.
Selain
itu, katanya, terdapat kelainan yang ditemukan di usus anak autis
berupa lubang-lubang kecil di mucosa usus dan meningkatnya permeabilitas
usus yang dikenal dengan nama "leaky gut". Ia mengatakan, gluten
(protein dari gandum) dan casein (protein dari susu sapi), keduanya
adalah protein yang susah dicerna (peptide), terutama karena kebocoran
mukosa usus yang berakibat masuk ke sirkulasi darah.
Namun,
katanya, peptide tersebut tidak lama berada dalam darah, karena
sebagian dari peptide itu dikeluarkan lewat urine dan sebagian lainnya
masuk ke otak yang akan menempel pada reseptor opioid. "Apabila sudah
seperti itu, peptide ini akan berubah fungsi menjadi morfin yang dapat
memengaruhi fungsi susunan syaraf pusat, sehingga timbul gangguan
perilaku," kata Nugraheni. ant/kpo
sumber : klik disini