Margaretha,
sedang mengikuti Workshop Identifikasi dan Intervensi dini Anak dengan Autisme di Autism Association of Western Australia, Perth.
sedang mengikuti Workshop Identifikasi dan Intervensi dini Anak dengan Autisme di Autism Association of Western Australia, Perth.
Di bulan Mei 2013 ini,
Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders V (DSM V; American
Psychiatry Association) telah terbit. Dan didalamnya berisi perubahan mengenai
proses pembuatan diagnosa klinis Autisme. Perubahan memahami Autisme yang dilakukan
oleh APA dinyatakan telah didasarkan pada riset dalam bidang Autisme. Tulisan
ini akan menggambarkan perubahan diagnosa Autisme di dalam DSM V.
Diagnosa Autisme
Profesional dalam
bidang kesehatan mental, seperti: Dokter Anak, Psikiater dan Psikolog biasa
menggunakan DSM dalam menyusun diagnosa Autisme. DSM memberikan panduan dan
penjelasan mengenai berbagai gejala dan tanda-tanda yang terkait dengan
autisme. DSM juga memberikan kriteria mengenai berapa jumlah gejala yang harus
tampak untuk dapat menegakkan diagnosa klinis autisme.
Perubahan diagnosa di DSM V
Ada beberapa perubahan
diagnosa dalam DSM V yang perlu dipahami oleh profesional dalam bidang
kesehatan mental.
1. Satu diagnosa
gangguan Autisme Spektrum (Autism Spectrum Disorder).
Diagnosa ASD menggantikan berbagai diagnosa
klinis terdahulu seperti Gangguan Autistik, Asperger, dan Ganggan Pervasive
yang tidak spesifik.
2. Kriteria derajat keberatan gejala.
Dalam diagnosa ASD diperkenalkan juga
kontinuum derajat keberatan autisme, dari level 1, 2, 3. Tingkatan ini
didasarkan pada sejauhmana anak membutuhkan dukungan orang lain dalam melakukan
tugas perkembangannya. Tingkatan ini menunjukkan bahwa ada anak dengan tingkat
ASD ringan dan ada pula yang tingkat gangguan lebih berat.
4. Diagnosa ASD dari Triadic menjadi Dyadic
Sebelumnya diagnosa
autisme ditegakkan jika muncul gangguan pada 3 ranah, yaitu: komunikasi dan
bahasa, interaksi sosial dan perilaku minat terbatas dan berulang (DSM IV TR,
2000). Namun dalam DSM V, diagnosanya menjadi 2 ranah, yaitu: hambatan
komunikasi sosial (deficits in social communication) dan minat yang terfiksasi
dan perilaku berulang (fixated interest and repetitive behavior).
5. Profil sensoris autisme
Sebelumnya problem sensoris atau inderawi
autisme tidak disebutkan dalam DSM IV. Dalam DSM V, profil sensoris anak dengan
ASD dimasukkan dalam gejala minat yang terfiksasi dan perilaku berulang.
Misalkan: tidak menyukai makanan tertentu yang memiliki warna atau tekstur
tertentu.
6. Gejala yang telah muncul sejak masa kanak
Menurut DSM V, diagnosa ASD bisa ditegakkan
jika anak telah menunjukkan gejala sejak masa kanak. Walaupun gangguan ASD baru
diketahui setelah masa kanak, namun penting untuk melihat dyadic tersebut yang
menunjukkan bahwa anak memiliki persoalan dalam hal sosial dan perilaku
dibandingkan anak-anak seusianya.
7. Diagnosa comorbid
Dalam DSM V, dijelaskan bahwa jika anak
menampilkan gejala dari beberapa gangguan, maka ia bisa mendapatkan diagnosa
komorbid. Diagnosa komorbid adalah jika anak mendapatkan 2 diagnosa
gangguan atau lebih. Misalkan, anak dengan ASD dan ADHD.
8. Perbedaan diagnosa Gangguan komunikasi
sosial dan ASD
Perbedaannya adalah
Gangguan komunikasi sosial (Social Communication Behavior) tidak
mencakup problem perilaku minat terbatas dan berulang. Karena ini adalah
kriteria yang baru, ahli klinis perlu lebih mempelajarinya agar lebih terbiasa
menggunakannya.
Perubahan ini akan mempengaruhi proses
pembuatan diagnosa di seluruh dunia. Di Australia, mulai saat ini proses
diagnosa ASD telah mulai menggunakan DSM V. Namun di Indonesia proses diagnosa
ASD belum dilakukan dengan panduan DSM V.
Sumber: klik disini
Raising Children
Network (2013). DSM V: Diagnosis of ASD. Dibaca dariwww.raisingchildren.net.au
Posting Komentar