Nyatanya tidak
hanya penderitanya saja yang bertambah, kini varian autisme juga semakin
banyak diketahui. Sindrom asperger merupakan salah satu varian autisme
yang lebih ringan dibandingkan kasus autisme klasik.
Gangguan
Asperger berasal dari nama Hans Asperger, seorang dokter spesialis anak
asal kota Wina, Austria. Pada tahun 1940, Asperger ialah orang pertama
yang menggambarkan pola perilaku khusus pada pasien-pasiennya, terutama
pasien laki-laki.
Asperger memperhatikan, meskipun anak
laki-laki tersebut memiliki tingkat intelegensia yang normal serta
kemampuan bahasa yang baik, namun mereka memiliki kekurangan dalam
kemampuan bersosialisasi. Umumnya mereka tidak mampu berkomunikasi
secara efektif serta kemampuan koordinasi yang kurang baik.
Sindrom asperger banyak disebut sebagai varian dari autisme yang lebih
ringan. Para ahli mengatakan, pada penderita sindrom asperger memiliki
kondisi struktural otak secara keseluruhan lebih baik dibandingkan pada
penderita autisme.
Menurut Clinical Assistant Professor of
Pediatrics Jefferson Medical College Philadelphia, Susan B. Stine, MD
karakter dari anak-anak yang mengalami sindrom asperger ialah kurangnya
kemampuan berinteraksi sosial, pola bicara yang tidak biasa dan tingkah
laku khusus lainnya.
Kemudian, anak-anak dengan sindrom
asperger biasanya sangat sulit untuk menampilkan ekspresi di wajahnya
serta sulit untuk membaca bahasa tubuh pada orang lain.
“Mereka
kemungkinan juga merasa nyaman dengan rutinitas tertentu yang harus
dilakukan setiap hari serta sensitif terhadap stimulasi sensori
tertentu, misalnya mereka akan tertanggu oleh nyala lampu redup yang
mungkin tidak diperhatikan oleh orang lain. Bisa saja mereka menutup
kuping agar tidak dapat mendengarkan suara di sekitarnya atau mereka
mungkin lebih memilih pakaian dari bahan-bahan tertentu saja,” jelas
Stine.
Selain itu, tambah Stine, ciri dari anak yang mengalami
sindrom asperger adalah terlambatnya kemampuan motorik, ceroboh, minat
yang terbatas dan perhatian berlebihan terhadap kegiatan tertentu.
Hal senada diungkapkan oleh dokter spesialis anak konsultan Neurologi,
dr Hardiono D Pusponegoro, Sp.A(K). Dia memaparkan, sindroma asperger
adalah gangguan perkembangan dengan gejala berupa gangguan dalam
bersosialisasi, sulit menerima perubahan, suka melakukan hal yang sama
berulang-ulang, serta terobsesi dan sibuk sendiri dengan aktivitas yang
menarik perhatian.
“Umumnya, tingkat kecerdasan si kecil baik
atau bahkan lebih tinggi dari anak normal. Selain itu, biasanya ia tidak
mengalami keterlambatan bicara,” kata Hardiono.
Jika dilihat secara
sekilas, lanjutnya, anak tersebut tidak berbeda dengan anak yang pintar
dan kreatif. Hanya saja, anak tersebut biasanya memiliki satu minat
tertentu saja untuk dikerjakannya.
Memang secara keseluruhan
anak-anak yang mengalami gangguan sindrom asperger mampu melakukan
kegiatan sehari-hari, namun terlihat sebagai pribadi yang kurang
bersosialisasi sehingga sering dinilai sebagai pribadi eksentrik oleh
orang lain.
Menurut Stine, jika penderita sindrom asperger beranjak
dewasa, biasanya mereka akan merasa kesulitan untuk mengungkapkan empati
kepada orang lain serta tetap kesulitan untuk berinteraksi dengan orang
lain.
“Pada ahli mengatakan bahwa penderita sindrom asperger
biasanya akan menetap seumur hidup. Namun, gejala tersebut dapat
dikurangi dan diperbaiki dalam kurun waktu tertentu terutama deteksi
dini sindrom asperger akan sangat membantu,” pungkasnya.
Gangguan sindrom asperger pada umumnya akan terus mengikuti perkembangan
usia seseorang. Meski tidak membahayakan jiwa, namun gangguan itu bisa
membuat anak takut berada di keramaian dan membuat anak depresi.
Ciri yang menonjol pada anak asperger adalah mereka tidak bisa membaca
kode-kode atau ekspresi wajah seseorang. Karena ketidakmampuannya itu,
anak asperger dijauhi teman-temannya.
"Biasanya mereka jadi anak yang antisosial, sulit berinteraksi dengan orang lain," kata Hardiono.
Ketika anak asperger tidak mempunyai teman, lalu tidak tahu harus
bersikap bagaimana untuk menghadapi sebuah situasi, dia akan merasa
putus asa dan akhirnya depresi.
Sesuai dengan perkembangan otak,
kalau kelainan itu diketahui lebih dini, maka bisa distimulasi atau
diberi obat agar berkembang ke arah yang baik.
Namun, kalau
sudah terlambat deteksinya, yaitu sudah berusia lima atau enam tahun,
maka sulit penanganannya karena perkembangan otak sudah berhenti. Pada
umur lima tahun, bagian otak yang disebut sinaps-sambungan antar saraf
di mana bahan kimia serotonin bekerja-akan berhenti.
Kini
teknik-teknik terapi sudah jauh lebih maju dan fasilitas sudah banyak.
Hardiono menuturkan, salah satu terapi yang bisa dilakukan adalah dengan
mengajak si anak bermain. Stimulasi ini diketahui memperbaiki sinaps
dan meningkatkan kadar serotonin.
Menurut Hardiono, anak asperger
masih bisa diterapi, terutama dalam hal kemampuan bersosialisasi.
Pasalnya, kemampuan mereka bersosialisasi sangat kurang.
"Cara
terapi yang paling baik adalah mengajarkan anak bagaimana berinteraksi
dengan orang lain. Terapi dalam bentuk peer group akan lebih baik lagi,"
paparnya.
Anak asperger biasanya memiliki kecerdasan yang tinggi,
maka orangtua akan dengan mudah mengajarkan emosi sosial. Misalnya,
mengajarkan bagaimana harus bersikap jika menghadapi situasi tertentu.
R. Kaan Ozbayrak,MD, Assistant Professor of Psychiatry University of
Massachusetts Medical School menambahkan, beberapa hal lain yang dapat
dilakukan untuk membantu anak-anak penderita sindrom asperger. Terapi
atau pengobatan yang dilakukan juga harus disesuaikan.
Secara umum
Ozbayrak mengatakan, anak-anak penderita sindrom asperger akan banyak
terbantu oleh orangtua yang memahami dan mampu membantunya. Kemudian,
mereka juga membutuhkan pendidikan yang diperuntukan khusus bagi
kebutuhannya. Selain itu, anak memerlukan latihan kemampuan untuk
bersosialisasi serta terapi wicara.
"Terapi sensori integrasi juga
dapat berguna bagi anak-anak yang masih kecil untuk meminimalisir
kondisinya yang terlalu sensitif. Sementara itu, untuk anak-anak yang
lebih tua dapat mendapatkan terapi kognitif atau psikoterapi,” papar
Ozbayrak. (ri)
Sumber : www.republika.co.id
Posting Komentar